Moral dan etika berpolitik begitu penting dalam melihat kehidupan sosial mereka sebagai orang Indonesia, tentunya dalam hal ini dapat dinilai dengan adanya budaya dan moral mereka selama hidup diberbagai wilayah.
Sihombing perompak kapal misalnya, bermoral tidak sebagai budaya seksualitas Jawa dan
Batak di Indonesia, serta kolega kerja mereka yang berada pada antar suku di
Indonesia, Siregar misalnya dalam pendidikan Nasional dalam perguruan Tinggi
di Pontianak, sebagai status sosial mereka pada lingkungan kelompok, agama, dan
pendidikan serta kesehatan.
Dilema genetika hasil pembangunan dari asimilasi budaya, begitu jauh berbeda pada kelas sosial menegah yang jelas bagaimana mereka meraih sistem ekonomi
budaya, dan berlanjut pada seksualitas misalnya. Identitas itu menjadi label bagi
orang batak Sihombing ketika berada di Kalimantan Barat, tepatnya di Pontianak
Indonesia.
Bagaimana mereka hidup, merencanakan kejahatan mereka dalam
pendidikan dan kesehatan pada orang Dayak, Orang Melayu (RT003), Orang Batak,
dan Tionghoa (jan) di Pontianak, dan bagaimana mereka menyediakan
pekerjaan itu di masyarakat, agama (Indonesia, Katolik - Islam - Protestan / Fiksi) dan budaya (budha) , secara kolektif menjadi
pelanggaran hukum, di Kalimantan Barat.
Konflik sosial, dan kekerasan dalam rumah tangga gua mengakses
sistem ekonomi, politik, budaya, pendidikan dan kesehatan, tanpa terkecuali di
DKI Jakarta, telah jelas menjadi persoalan mereka sebagai umat beragama dan
berbudaya menurut kehidupan sosial mereka di masyarakat, dan sebagai orang tua.
Persoalan seperti itu, menjadi gambaran dalam suatu pandangan
sosial budaya mereka selama hidup bermasyarakat, dengan topeng seksualitas,
pekerjaan dan profesi mereka dalam pendidikan guna tanpa bersaing, dan
bagaimana sistem ekonomi politik mereka peroleh.
Suatu persoalan pada kelas sosial, berasal dari ambisi manusia
itu sendiri, secara agama orang-orang itu hidup di tengah masyarakat dan Negara lain misalnya dalam bekerja (Tionghoa, Indonesia) , dengan
adanya daya saing, dan pendekatan seksualitas menjadi modal awal mereka untuk
hidup dan bertahan, serta berada pada rumah militer, dan lingkungan tetangga.
Konflik sosial yang diciptakan merupakan hasil dari pemanfaatan
mereka dengan sengaja di pakai terhadap bagaimana mereka hidup dalam suatu
revolusi mental dan industri 2013 - 21 berlanjut - 2024 misalnya. Biasanya masih terjadi dan digunakan cara kolonial Belanda,
pada masa ini Revolusi.
Pertarungan antar suku, budaya dan agam tampak pada persoalan
pendidikan, kesehatan yang dirancang sebagai jalan terhadap kebiadaban mereka
dan penghancuran mereka dalam lawan politik mereka, begitu juga pada aspek
ekonomi politik.
Konflik sosial mereka rancang dan buat karena adanya lawan
politik, serta prilaku mereka yang sebenarnya pada masyarakat Desa tentunya,
yang berjuang untuk mencapai persoalan budaya politik mereka di perkotaan, yang
sebelumnya hasil dari kolektifitas mereka sebagai setengah manusia.
0 comments