Konfusiasme Kehidupan Sosial Budaya, & Peradaban Tionghoa Hakka Di Pontianak

9/04/2021

Perubahan hidup di Kota dilepas dari persoalan sosial budaya di masyarakat, yang kerap kali menjadi pemicu adanya kepentingan ekonomi politik diantara masyarakat lokal yang hendak dipahami dengan baik saat ini.

Ketika hal ini penting untuk dibahas mengenai kondisi sosial mereka, maka akan dipahami dengan istilah yang baik terhadap perubahan yang mendesak bagi kepentinagan kehidupan mereka di masyarakat. Seringkali mereka hidup dengan istilah dari manusia berbudaya dengan konsep akan kondisi budaya mereka sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

Sehingga dalam hal ini, konsep budaya akan terus dipertanyakan oleh agama yang menjelaskan keberadaan  mereka terhadap ke Tuhanan yang memiliki peran penting dan pengaruh terhadap sistem ekonomi yang diterapkan, atau dipahami sebagai konfusiasme.

Memahami budaya konfusiasme akan berbeda dengan budaya RRT dan korea. Sedangkan di Pontianak banyaknya kebudayaan itu muncul adanya budaya pada masyarakat Tiongkok yang bermigrasi di Indonesia. Masing-masing suku atau dinasti memiliki ciri karakteristik mereka terhadap suatu kebudayaan. 

Jelas sekali bagaimana mereka hidup bersosialisasi, dan berekonomi budaya berdasarkan aspek kehidupan sosial mereka di masyarakat. Untuk melihat kembali bagaimana peradaban Tionghoa manusia maju berdasarkan budaya dan agama yang hendak melekat pada masing-masing jiwa mereka. 

Hal ini jelas bagaimana mereka hidup berdampingan berdasarkan sistem ekonomi budaya mereka, yang kerapkali hilang akan moral, etika dan budaya yang memiliki tata krama dengan asimilasi budaya pada masyarakat lokal, pribumi disengaja Orang Jawa, Melayu, dan Batak, pada konsep konfusiasme sebagai jalan atas perlawanan mereka, sebagai orang Indonesia, lokal, dan dipahami sebagai perjuangan kelas sosial.

Disitu dapat dibahas bagaimana mereka hidup berdampingan dan memiliki kepentingan ekonomi dan budaya yang ada berdasarkan sistem sosial mereka di masyarakat pedesaan. Pemahaman spritualitas menjadi penting dalam membahas berbagai hal terkait dengan sistem budaya mereka, maka konsep ke Tuhanan yang diyakini akan sangat berbeda dengan kebutuhan dan kepentingan politik agama berbeda pada pengaruh (kekuasaan) misalnya.

Dengan membahas berbagai persoalan yang telah menjadi pembahasan awal dalam suatu kemajuan kota tidak lepas dari para bangsawan terpelajar ketika itu, tepatnya 1800an di Pontianak, dimana sistem pemerintahan kerajaan yang dipimpin Sultan dan hubungan kerja sama Belanda dan orang Tionghoa terjalin hingga saat ini, berdasarkan kepentingan ekonomi, dan sistem pertahanan yang dibuat pada masyarakat lokal.

Pada masa modern pengetahuan menjadikan berbagai hubungan sosial menjadi penting dalam melihat kembali situasi dan perubahan yang ada disekitar kota, jelasnya bagaimana mereka hidup dengan kondisi budaya / mistik dan agama yang melekat pada dunia baru mereka terhadap pandangan suatu agama berbeda.

Dari perbedaan itu, muncul dengan adanya kepentingan sosial budaya dan agama yang mempengaruhi berbagai kondisi lingkungan konsumsi, politik dan birokrasi yang lekat pada aspek kehidupan bermasyarakat. Hal ini tampak bagaimana mereka hidup dengan pembangunan kota yang sering diabaikan oleh kepentingan ekonomi politik ketika itu 2000 - 11.

Perebutan ruang budaya, agama dan kelas sosial, mengarah pada kehidupan agama yang melupakan akan siapa mereka sesungguhnya. Sehingga bagaimana mereka bekerja, berpolitik, budaya dan agama tempak pada aspek mereka peroleh dari hasil pembangunan sebelumnya.

Menjadi dasar dari kehidupan biologis mereka sebagai makhluk ciptaan Tuhan, menjadi penyadaran akan kehidupan mereka sebagai manusia. Hal ini tentunya memiliki nilai terhadap kondisi sosial budaya mereka di masyarakat secara sosiologis, dan kesehatan, serta keterbatasan pengetahuan mereka miliki, hingga berujung pada kolektifitas konflik sosial (jan, Sihombing 1990an) mereka perbuat.

 

0 comments

Daily Journal

Recent Posts Widget
close