Konflik Seksualitas, Agama dan Moralitas Orang Batak Di Kehidupan Sosial 1980an - 21

10/06/2021

Agama mengajarkan mereka memahami eksistensi mereka tetang siapa mereka, dan budaya mereka di masa lalu. Bagaimana mereka hidup diberbagai kota dan desa, dan bagaimana mereka memperolehnya dengan adanya agama dan budaya selama mereka hidup di kota Pontianak.

Ketika masuk pada kelas sosial dengan adanya keberadaan lingkungan, sekolah, rumah tangga (RT) dan bagaimana pembangunan ekonomi politik seksualitas mereka pada masa periode 2008-21 Partai PDI Perjuangan itu berlangsung dengan konflik sosial, agama dan budaya seksualitas mereka yang sudah hilang rasa malu terhadap profesi mereka, sebagai dokter, dan pendidik (Pontianak - DKI Jakarta - Surabaya Indonesia).

Jelas bagaimana mereka hidup dengan kecurangan dalam setiap pekerjaan, dan aktivitas agama mereka masa lalu, menjadi catatan terhadap keberadaan mereka, untuk diakui pada tataran kelas sosial suatu wilayah (kota Pontianak).

Perpindahan penduduk, atau bahkan urbanisasi mereika terhadap kehidupan sosial mereka, dan rencana penggangu seksualitas atau genetika pada orang Batak dan orang Jawa (Marpaung – Sihombing - Malau ) itu, di Pontianak, selain beringas dalam kehidupan sosial budaya mereka, tidak berbeda juga pada masa revolusi mental, dan reformasi itu pada kehidupan beragama dan budaya.

Budaya seperti itu ada di Indonesia, bagaimana mereka berlindung dibalik tembok gereja (Protestan –Islam) dan profesi mereka sebagai dokter dan pendidik di Pontianak Kalimantan Barat. Catatan terhadap berbagai kehausan mereka untuk diakui pada kelas sosial mereka selama hidup.

Pada pembangunan kota di Pontianak Tionghoa, Batak, dan Jawa serta Melayu dan Dayak (sepuh perompak kapal, orang Batak) kedatangan mereka dengan aspek kehidupan sosial budaya mereka dengan menciptakan konflik seksualitas pada tubuh setengan binatang manusia misalnya kucing. 

Menjadi poin yang tidak baik pada kehidupan mereka selama hidup bermasyarakat, dan strategi mereka yang tidak berpendidikan pada mulanya misalnya tumbuh dengan ekonomi politik mereka ciptakan, dari hasil pajak, perampasan harta benda, kecurangan dalam bekerja, dan dengan status sosial seklsualitas Jawa, tidak menyadari budaya dan agamanya, pembelajaran yang menarik di masyarakat Indonesia.

Ajaran agama untuk kehidupan telah digunakan dalam akses kehidupan sosial ekonomi mereka untuk hidup dengan dengan peran dengan siapa mereka dalam hidup beragama dan budaya, dan profesi. 

Tidak memiliki budaya malu Sihombing tentunya menjadi awal dari aspek ekonomi pembangunan yang kerabkali menjadi buah bibir dan buah seksualitas di masyarakat dengan  status sosial yang mereka miliki seringkali menjadi perebutan terhadap konflik sosial seksualitas yang diciptakan dengan begitu apik, tanpa kehilangan rasa malu mereka sebagai orang Indonesia.

Hal ini jelas bagaimana hidup beragama dan budaya, yang sesungguhnya menjadi bagian dari akses kelompok sosial mereka untuk hidup dalam sistem jaringan sosial, baik itu kelompok, individu, dan organisasi.

0 comments

Daily Journal

Recent Posts Widget
close