Penyebaran kota terletak pada jalur sungai dan laut yang diketahui dengan adanya budaya masyarakat adat Indonesia yang hidup ditepian sungai dan laut adalah berdasarkan pembelahan etnik dan ras. Hal ini dijelaskan dengan adanya etnik mencakup melayu dan arab.
Etnik dan ras pada sungai Kapuas memiliki mata pencaharian seperti
budaya bangsa Arab yang dikenal sebagai konsumsi mereka sebagai hidangan besar
yang terletak pada migrasi orang Arab di Pontianak. Hal ini dijelaskan pada
konsumsi seperti cane, kambing atau kebab turki yang terletak pada jenis
konsumsi yang diperkenalkan pada kebudayaan di Pontianak.
Hal ini menjelaskan pada aspek kehidupan yang eksklusif bangsa
arab pada masa kehidupan keraton masih dijalankan. Penyebaran etnik dan ras
sebelah Pontianak Sungai Kapuas, Keraton menjelaskan adanya penyebaran agama kristiani,
dan budaya masyarakat adat yang berasimilasi seksualitas dan budaya.
Munculnya ketidaksenangan bagi kaum pribumi di Indonesia, telah
diketahui dengan adanya konflik etnik dan ras, serta ekonomi politik yang
terjalin sesuai dengan kepentingan dagang. Maka, dengan adanya konsumsi bangsa
arab yang memiliki cerita terhadap kehidupan di Jakarta yang berperan terhadap
dinamika budaya seksualitas dan perdagangan pada jalur sungai Kapuas.
Hubungan keraton, pemerintah dan Negara berperan terhadap hasil
ekonomi, penghasilan bangsa dan kota. ini sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku. Maka, ketika Indonesia melakukan migrasi dengan keamanan, konflik, dan
upah pekerja dan pendidikan rasa moralitas dan etika Indonesia dapat
disampaikan melalui hasil migrasi yang diterima.
Kehidupan bangsa pribumi Indonesia, yang begitu miskin dan tidak
tentunya berdampak pada konflik diciptakan sendiri. Hal ini disebabkan sebagai
dosa asal dari setiap manusia dalam kehidupan beragama dan budaya di Indonesia.
Suatu penyakit masyarakat adat tentunya memiliki masalah terhadap
kesiapan dan persaingan yang tidak sehat dan dinamika budaya masyarakat yang
begitu tidak baik, dilakukan dengan kehidupan masyarakat Tionghoa Indonesia
dari hasil ekonomi politik yang miskin hingga saat ini 2022.
Budaya tanpa malu atau subyektifitas, akan berbeda dengan objek
yang dihasilkan sesuai hasil seksualitas sebagai orang Indonesia. Maka,
diketahui dengan adanya ditengah kota Pontianak, jelas bagaimana hidup Tionghoa
dan pribumi di Indonesia melalui konsumsi yang dikerjakan sebagai miskin
spritualitas.
Maka, hal ini sebagai bentuk kejahatan direncanakan oleh kaum laki – laki, dan
persaingan miskin terhadap ekonomi dan
seksualitas menjelaskan konflik muncul dalam berbagai bidang baik itu kesehatan
dan pendidikan, kegeraman etnik dan ras memunculkan rasa pemerasan Tionghoa
pada orang pribumi, atau sebaliknya dan pemaksaan seksualitas dalam rumah
tangga dan pemerintah yang tercipta terutama Islam, kedok agam muncul sebagai
orang kristiani.
Pada masyarakat di Kota Pontianak dan Jakarta itu disebut sebagai
kemiskinan dalam dan pengetahuan, djan begitu juga terjadi. Sistem politik
berdasarkan ras dan etnik terjadi sesuai dengan dinamika budaya sosial yang
berawal dari kehidupan mengereja berawal sebagai kehidupan filsafat ornag
Tionghoa di Pontianak. Tionghoa Indonesia, tentunya enggan bekerja tetapi
demikian yang diperolehnya, tidak memiliki malu.
Penyebaran etnik dan ras, seperti masyarakat adat yang meliputi
kepentingan jabatan dan politik akan berawal dari perkotaan sesuai dengan
kepentingan dan pekerjaan di pedesaan. Maka, jelas dengan demikian berawal dari
kehidupan politik dan seksualitas maka terjadi urbanisasi dan kepentingan
dagang.
Mata
Pencaharian Dan Perkampungan Urbanisasi
Tepian sungai Kapuas, dimanfaatkan penduduk kota untuk
membudidayakan ikan, dengan ragam konsumsi yang diperoleh. Sedangkan bagian
Utara terletak pada konsumsi orang Tionghoa Hakka, yang hidup berdampingan
sesuai dengan sistem ekonomi dan politik dibentuk sesuai dengan kehidupan seksualitas
Tionghoa Hakka Dan Dayak dipedesaan.
Dengan kondisi seperti itu, maka jelas penyebaran ekonomi terletak
pada spritualitas dan kehidupan budaya di masa lalu, sesuai dengan konflik di
masa lalu, dan hukum yang terjadi tidak sesuai dengan sistem politik yang
dibentuk pada dinamika budaya Tionghoa Hakka, pada urbanisasi ekonomi dan
politik.
Perkampungan yang terletak pada jalur utara tidak melekat pada
intervensi, dan ketidaksenangan pada kehidupan masyarakat miskin pedesaan Tionghoa
Hakka, dan Dayak di wilayah tersebut. Hidup seperti itu jelas,
ketika berumah tangga miskin Tionghoa di Perkotaan sebelum terjadi
adanya agama Islam di nusantara menjelaskan adanya monopoli perdagangan,
pendidikan dan kesehatan yang bukan pada wilayah kerayaan, Bong - Seksualitas.
Kebuasaan dan kekejaman perdagangan bangsa dari hasil seksualitas,
muncul sesuai dengan kepentingan ekonomi dan tidak memiliki malu terhadap
bangsa lain sesuai dengan kejahatan konflik rumah tangga dan lingkungan rumah
ibadah, dan sistem birokrasi.
Hal ini menjelaskan atas apa yang terjadi dari hasil seksualitas, seperti cacat, sakit dan lainnya sesuai dengan poerbuatan hidup di masa muda hingga sekarang di Pontianak, sesuai dengan kehidupan masyarakat miskin yang terjadi hingga saat ini.
Seksualitas & Etika Moralitas Tionghoa Dan Orang Indonesia
Sedangkan pada kawasan militer, terlata pada masyarakat Batak yang
berurbanisasi dengan kehidupan perdagangan Tionghoa Indonesia sesuai dengan apa
yang dikerjakan dan kehidupan miskin sebelumnya ditempat asal di Sumatera. Hal
ini menjelaskan kebiadaban konsumsi, dan kehidupan sistem pendidikan dan
ekonomi dalam tatanan hukum dan moralitas etika orang Islam di Indonesia.
Jakarta, perkampungan tukang ngentot dan moralitas dan
ketidakmaluan bangsa Tionghoa dan Batak Indonesia, Sihombing HKBP, tidak berbeda jauh dari perdagangan
perkampungan yang dilakukan oleh mereka, pada urbanisasi dan migrasi pada tahun
2000 hingga sekarang di Pontianak – Putussibau 1980an - 1999,
Sesuai dengan kebiadaban hidup dan agama mereka sebagai masyarakat
Adat Dayak (orang), miskin. Kebusukan orang pribumi Batak – Dayak – Tionghoa (orang)
adalah dengan tidak membeli konsumsi
yang dihasilkan oleh orang Tionghoa urbanisasi – migras pun terjadi di Pontianak.
Dengan jelas filsafat hidupnya. Karena tidak terjalin seksualitas tidak punya
malu sebagai orangtua itu etika moral Islam. Tionghoa Pontianak sebelumnya,
diparoki terutama pada filsafat hal ini dijelaskan pada sistem demokrasi di
Indonesia, 2024. Menjelaskan berbagai hal terkait dinamika sosial, etnik dan
ras bangsa Indonesia maka jelas dengan apa yang dijelaskan oleh Romo, dan
ulama.
0 comments