Indonesia, King
maker sebuah istilah yang disebutkan bagi masyarakat untuk memahami arah
politik serta fenomena unik politik Indonesia mutakhir, yakni melawan semangat
zaman, yang sejatinya memberi ruang bagi generasi milenial.
Salah
satu beban terberat rezim Jokowi adalah terlalu banyak king maker, adalah hal ini seolah kekuasaan Jokowi selaku presiden tidak
bulat. Itu sebabnya, Jokowi mencari penyeimbang, dengan memasukkan Prabowo ke
lingkaran terdalam Istana, agar “king
maker” seperti Luhut, Megawati, atau HP tidak seleluasa dulu lagi.
Saya sendiri juga heran dengan kekuasaan Luhut yang demikian
besar, seakan dia seorang “presiden bayangan”. Kalau Luhut memang ingin
berkuasa terus, mengapa pula tidak jadi presiden sekalian saja, jadi tidak
perlu menumpang pada kendaraan politik orang lain, dalam hal ini Jokowi. Pada
titik ini, kehadiran Prabowo menjadi penting, setidaknya untuk mengurangi peran
king maker terdahulu.
Kini kita sudah mulai melihat hasilnya (dengan masuknya
Prabowo), ketika peran HP secara perlahan mulai berkurang. HP memang layak
menepi, karena partai yang dipimpin anaknya (Diaz), yakni PKPI, hasilnya
benar-benar drop dalam pemilu tahun lalu. Itu semacam konfirmasi, bahwa HP
sebagai figur publik ternyata tidak memiliki basis massa yang meyakinkan.
Jika
memahami berbagai hal terkait basis massa, tentunya akan menarik untuk
diketahui, bahwa PDIP masih unggul dalam hal ini. Berbeda, jika potensi
masyarakat dalam memahami hal ini, memungkinkan juga jika Demokrat telah
menguatkan kadernya diberbagai wilayah untuk pembangunan, terutama pada
masyarakat pedesaan.
Baca Juga : Arah Politik 2024
0 comments