Orang Tionghoa, hidup dengan ekonomi politik di Indonesia. Berbagai aktivitas seperti pengetahuan dan teknologi digunakan sebagai kehidupan sosial mereka, itu adalah orang Tionghoa menggunakan produk luar negaranya, tetapi hidup dengan konflik sosial, etnik, dan ekonomi berlangsung pada masyarakat pribumi.
Kehidupan itu, ketika berada pada suatu konflik maka mereka hidup
di tembok agama Katolik – Protestan di lokal, Indonesia. Kenapa demikian ?
setelah brutal sebagai tenaga medis Batak – Tionghoa – Dayak di Pontianak dan Serukam, maka
berlanjut dengan hukum di Indonesia, sebagai makan orang hingga ke turunannnya.
Sistem ekonomi yang dilangsungkan atas peradaban manusia di
Indonesia, hidup berpindah untuk mengakses ekonomi perkotaan, dengan drama kehidupan sosial
sebagai orang Lokal, di Indonesia yang berbudaya dan beradat itu.
Setelah di teliti dengan baik kehidupan sosial, dimulai dari
pengetahuan, seksualitas, dan lainnya maka berdampak pada kehidupan budaya dan
agama mereka selama hidup berekonomi, maka jelas bagaimana mereka hidup makan dan
minum seperti binatang yang hidup pada masa habitatnya sebagai budaya (makan orang) Batak lokal, Indonesia.
Tidak terkecuali hasil asimilasi budaya Batak – Tionghoa - Jawa - Ambon Pontianak kelas sosial kebawah dan menegah (makan orang),
yang dialek Bahasa Khek dan Tiochu itu. Akan berbeda dengan kanton, dengan
moralitas dan etika mereka ketika bekerja di lokal, Indonesia saat ini.
Hidup dengan berpindah – pindah melalui surat tugas tampak mereka
hidup berdasarkan hasil kebanggaan mereka yang hidup pada kontribusi perkotaan
mereka sebagai orang Batak – Tionghoa yang begitu baik membuat konflik sosial
di RT 003 misalnya pada kerja bakti membuat jalan, hidup di balik tembok agama Katolik Siregar – MRPD Pancasila,
itu ciri orang itu disini juga demikian.
Hidup pada ekonomi perkotaan Pontianak - Jakarta 90an - 2008 menjelaskan begitu
menarik mereka hidup pada suatu hanya marga ada di Indonesia, menjadi
pembelajaran yang baik terhadap aspek ekonomi budaya mereka di Pontianak, dalam
hal ini menumpang hidup pada teknologi dan pengetahuan yang diterima di
Indonesia.
Peradaban manusia yang masih minim terhadap sumber daya manusia,
yang hendak dicapai berdasarkan hasil budaya seksualitas, telah mencatat
berbagai perlakukan mereka terhadap politik identitas mereka di perkotaan
Melayu – Batak, tidak menyadari siapa mereka, dalam budaya dan agama 2008 – 17 di
Pontianak, guna bersaing pada sistem kelas sosial.
0 comments