Protestanisme – Budha 1930an - 1998, Sosial Budaya Masyarakat Lokal, Kalimantan

2/11/2022

Kalimantan - Berbagai hal terkait manusia, massa, publik dan konflik sosial terjadi berada pada kondisi agama dan budaya mereka di masa lalu. Pada tahun juga tepatnya 1998 konflik sosial terjadi yang mengakibatkan unjuk rasa yang direncanakan sejumlah oknum, terhadap berbagai krisis ekonomi di Jakarta dan Pontianak.

Hal ini tidak lepas dari persoalan ekonomi, budaya dan agama mereka yang hidup di masyarakat. Tanpa menyadari mereka hidup di tengah masyarakat, dan tidak memiliki malu terhadap persoalan sosial, budaya dan agama mereka selama di  Indonesia.

Tepatnya di Sumatera tahun itu juga, bagaimana kehidupan budaya dan hasil kolektifitas dan konflik dilakukan, dan hendak bersembunyi dibalik tembok agama, dan menumpang di kota dan pendidikan Katolik – Protestan – Islam di Indonesia, setelah rencana konflik yang dilakukan.

 Hal ini menjelaskan bagaimana prilaku dan karakteristik mereka hidup di masyarakat dengan budaya dan agama Tionghoa – Batak – Dayak, terhadap kepentingan politik ekonomi di Jakarta. Sesungguhnya, mereka hidup dengan keadaan sosial, ketidasenangan, dan budaya malu mereka di Jakarta – Pontianak.

Menjelaskan bagaimana kehidupan budaya dan agama mereka selama di Pontianak, dalam hal di jelaskan dengan sangat apik. Tidak diketahui baik, bagaimana mereka hidup berbudaya dan agama terutama HKBP di Jakarta dan Keuskupan Agung Pontianak.

Pada tahun 1998 kemajuaan agama dan budaya tidak lepas dari sejumlah oknum yang mencoba – coba masuk dalam sistem agama budaya yang berbeda, seperti Katolik - Protestan. Hal ini diketahui bagaimana Protestan – Katolik, menjadi aspek kehidupan seksualitas dan ekonomi politik perkotaan. 

Dan Hidup dengan konflik sosial yang direncanakan oleh sejumlah oknum (PDI Perjuangan - Golkar) di kota Pontianak 2008 - 2011. Hal ini diketahui bagaimana mereka hidup pada agama dan budaya mereka pada sistem yang berada pada dinamika politik, konflik di Indonesia. 

Mereka mengakses ekonomi politik, pajak, dan hidup dengan seksualitas yang diciptakan di Pontianak – Jakarta. Beragama dan budaya, tetapi tidak memiliki kesan moralitas dan etika kerja di Pontianak – Jakarta.

Budaya menjelaskan bagaimana mereka hidup secara kolektif, Tionghoa – Dayak – Batak              (Protestan - Katolik - Islam - Budha di Indonesia), yang merupakan sampah dari hasil seksualitas menjijikan itu. Hal ini diketahui dengan adanya sistem dinamika sosial budaya, dan tenaga medis Pontianak 1930an - 98.

Tidak mampu secara ekonomi, dan spritualitas HKBP di Pontianak – Jakarta, Sumatera menjelaskan hasil dari budaya massa mereka di sini. Berpindah kota dan hidup dalam suatu kawasan pedesaan dan perkotaan. 

Budaya malu (papua) sebagai orang Indonesia, menjelaskan keadaan dan kondisi mereka juga tidak ada pada masa pemerintahan Cornelis M.H ( 2008 - )petugas partai politik. Hingga oknum pada bisnis masyarakat Tionghoa hingga masuk pada sistem pendidikan dan kesehatan  menjadi suatu kesadaran umum, bagaimana mereka tinggal dan hidup sebelumnya. 

Memang menjadi brutal Tionghoa - Dayak - Ambon - Batak numpang hidup di Pontianak dan merencanakan konflik seksualitas, dan konflik sosial di masyarakat umum dan di pendidikan, siapa itu Sihombing - Siregar - Malau 2011, guna mengundang simpati di Kalimatan Barat. 

Hasil asimilasi dan drama politik kelas sosial budaya Jawa, dan Dayak, Tionghoa guna mendapatkan pengakuan di khalayak umum, sosial media dan kelas sosial, menjadi catatan terhadap sistem sosial dan politik di Kalimantan.

0 comments

Daily Journal

Recent Posts Widget
close