Ketika hal ini menarik untuk menjadi perhatian bagi seni suatu kota, maka akan diketahui dengan baik adanya sistem perkotaan dengan perubahan masing – masing di rumah penduduk. Tentunya dalam hal ini jelas diketahui dengan adanya pembangunan seperti ruko yang hendak belum digunakan dengan baik, atau belum jadi.
Ketika dihadapkan dengan akses ekonomi, maka ada bangunan lainnya,
tetapi kebijakan sistem itu mulai diketahui dengan baik adanya. Kalau untuk
memahami pemikiran masyarakat perkotaan, tentunya dimulai dengan kebijakan,
atau upah kelas pekerja. Nah, dari situ dapat diketahui permainan masing –
masing budaya dan agama.
Kepentingan ekonomi politik yang berasal dari akses kehidupan
masyarakatnya, yang menjelaskan adanya nasib orang tua imigran mencari penghasilan
yang lebih. Kemudian, ada juga yang hendak menyenagi adanya hasil yang
diperoleh dari sistem ekonomi, guna konsumsi makanan.
Seringkali, permainan itu tampak pada pembangunan manusia
sebelumnya, yang berasal dari akses kepentingan, dan kehidupan kota yang ingi
bersaing, tetapi tidak sampai untuk dicapai. Menjelaskan baik dan buruknya
suatu perkotaan, tampak pada pembangunan ekonomi budaya, dan keburukan orang
tersebut di Pontianak.
Maka, dapat dijelaskan adanya orang Tionghoa, Ambon, Batak, Dayak yang
memang berasal dari kalangan yang berbeda, seperti elit politik, birokrasi,
pendidik, pekerja, buruh pelabuhan juga ada tuh terhadap ambisi pembangunan
kota, dan masing – masing saling menyerang secara kolektif, tidak menyadari
tentang latar belakang kehidupan sosial mereka sebelumnya dengan metode makan.
Menurut orang yang pro itu biasa, karena disitu ada kepentingan
ekonominya, apalagi ini ada urban dengan seni kentutnya itu yang memang baik
untuk di hirup. Kalau hal ini menjelaskan adanya aspek kehidupan budaya
ekonomi, coba di perhatikan sejak masa kolonial belanda, dengan latar belakang
sosial budaya, dan hidup mereka selama di Pontianak.
Ternyata, ekonomi masih rendah, kualitas sumber daya manusia yang
rendah, ibaratkan membangkitkan mayat orang mati, sebagai hasil seksualitas
yang begitu mengerikan sebagai budaya makan orang, dan berbudaya, secara agama
Katolik – Protestan dan Islam serta Islam di Indonesia, secara khusus awalnya
masing – masing bersaing dengan Negaranya, paling hebat paling yang berujung
pada utang ekonomi urbanisasi dan seksualitas, melalui konsumsi.
0 comments