Ketika memahami mengenai kota Pontianak, jalur sungai "Kapuas Besar" tampak dengan aktivitas manusia terhadap perdagangan hulu dan hilir sungai dalam suatu perkampungan Desa dan Kota. Dalam hal ini memiliki dampak terhadap jalur perdagangan yang meliputi rempah, hasil hutan, dan produk instan.
Hal ini memiliki dampak terhadap aktivitas perkotaan di masyarakat
Pontianak, dengan berbagai hal terkait dengan sistem ekonomi dan budaya
masyarakat Tionghoa yang tinggal di kawasan tua perdagangan yang ada di
Pontianak setelah krisis ekonomi.
Disitu ada ahli besi, kuliner, sekolah serta berbagai ekonomi yang mengalir
berbagai aktivitas sosial budaya di masyarakat secara menyeluruh dengan
berbagai hal terkait sistem perdagangan yang lekat dengan aktivitas manusianya.
Kaum pribumi akan tampak dengan masyarakat Dayak – pendatang yang
tinggal di Pontianak dengan aktivitas masyarakat kota, baik sebagai pengajar,
dengan bahasa yang kasar dan memang berada kondisi kelas sosial kebawah dan
menegah menjadi latar belakang kehidupan sosial masyarakat di Pontianak dengan
standar bobot yang rendah.
Begitu juga dengan pengetahuan, dan kehidupan sosial dan budaya
hingga mencapai persoalan kelas pekerja mereka di masyarakat sosial yang berada
pada kondisi setempat kota Pontianak hingga saat ini, dengan standar manusia
yang rendah terhadap sistem politik dan kehidupan sosial mereka di masyarakat
Pontianak – Jakarta.
Kekerasan ekonomi akan tampak dalam setiap pekerjaan masyarakat
Tionghoa sebagai buruh angkut, dan pedagang, yang hidup di masyarakat kelas
sosial bawah – menegah dengan pembangunan ekonomi yang rendah sebagai Bahasa atau
dialek yang kasar tidak berbeda jauh dengan masyarakat pribumi disini.
Hal ini memiliki peran terhadap karakteristik masyarakat dengan
model yang dibentuk berdasarkan hasil perjuangan kelas sosial yang berperan
dalam kehidupan sosial mereka di masyarakat secara berbeda hingga saat ini
terjadi.
Masyarakat Tionghoa – Pribumi jika ingin berteman, pola ekonomi, dan politik seksualitas dan sukses melalui uang dan tanah akan tampak pola kehidupan sosial dan budaya untuk mendapatkan pengakuan dalam
keluarga & agama, terutama pada kelas sosial bawah.
Maka dipahami bagaimana mereka hidup dan tinggal dalam suatu masyarakat atau perkampungan serta seksualitas, guna memenuhi sandang, pangan dan papan, serta ekonomi politik yang di hasilkan halal atau tidak.
Menjadi latar
belakang kehidupan politik seksualitas mereka di Pontianak, untuk keluar dari kampung atau pedesaan Ekonomi Tionghoa - Pribumi sebagai pedagang memang negatif berbeda dengan perak (ditolak) dalam ekonomi keluarga, maka ke kota besar bekerja sebagai karyawan atau kelas pekerja seperti di Jakarta dan supir angkut.
Hal ini menjelaskan pada arah perdagangan ekonomi melalui laur perdagangan dan manusia,
selain hasil hutan dan produk lainnya, sebagai kelas sosial rendahan (perompak
kapal) 80an - 2008, menjelaskan medis saat ini di Indonesia yang melibatkan masyarakat
Tionghoa disini, Pontianak memungkingkan hal tersebut terjadi.
0 comments