Masyarakat Adat, terutama yang hidup di pedalaman, memiliki nilai budaya terhadap sandang, pangan dan papan yang berasal dari tanah leluhur. Hal ini dijelaskan bahwa berbagai hal terkait dengan ilmu pertanian kehidupan masyarakat pedalaman lebih baik ketimbang kota.
Belajar pada kehidupan masyarakat adat Dayak diketahui dengan
adanya masuk agama katolik atau kristiani menjadi baik terhadap perubahan dan
dinamika serta masyarakat adat yang tinggal dikawasan hutan Negara.
Ketidaksenangan manusia terutama pada masyarakat adat adalah
ketika ingin berkuasa, dan berpolitik dalam hal ini terjadi pada masyarakat
budaya masyarakat yang mengingini kebutuhan dan meninggalkan agama sebagai
bagian dari kekesalan hidup gereja.
Budaya menjadi bagian dari perjalanan hidup masyarakat adat yang
tinggal dikawasan hutan, terutama di Kalimantan. Ketika hal ini penting
dipahami adalah perubahan dinamika sosial masyarakat adat, berasal dari setiap
pembangunan ekonomi Tionghoa Indonesia.
Dengan berbagai ragam bahasa, suku dan etnik perdamaian terjadi di
Ambon sebagai bentuk masalah kehidupan sosial dan budaya di masyarakat adat,
dan Tionghoa Indonesia di masa lalu. Dengan begitu berbagai hal terkait
moralitas dan ekonomi terjadi kesenjangan dan kehidupan budaya yang dramatis di
rencanakan.
Selanjutnya, ketika hendak memimpin berbagai kalangan sosial
masyarakat adat yang hidup disekitar hutan, Pontianak menjadi baik ketika hal
ini terjadi adanya lonjakan hasil pangan dan kebutuhan makanan tidak tercukupi
dengan baik. Layaknya dengan adanya dinamika budaya masyarakat adat, akan
dipahami dengan catatan dari setiap kebutuhan sosial dan budaya masyarakat yang
tinggal diwilayah adat.
Persaingan global sering kali terjadi dengan pandangan
pengetahuan, dan pembalasan hingga aktivitas sosial yang berasal dari kalangan
masyarakat kelas sosial, hal ini tentunya mencapai pergaulan, dan keinginan
untuk bersaing, serta ketidaksenangan terhadap pencapaian dan situs keagamaan
berdasarkan nilai sejarah terletak pada tahun 1967 Tionghoa Hakka – Dayak di
Keuskupan Agung Pontianak.
Ekonomi politik terjadi secara drmatis, dan tidak puas dengan apa
yang diperoleh, serta keinginan lebih dari apa yang diterima itu adalah awal
dari kesenjangan rohani sebenarnya berasal dari jiwa manusia yang belum baik
terhadap iman keistiani.
Kegeraman itu tentunya muncul dari kalangan Tionghoa yang bukan
beragama kristiani tetapi mencoba – coba terlibat dalam setiap aktivitas
ekonomi dan politik dan budaya di Pontianak. Maka, jelas kronologi terjadinya
pembangunan gereja katolik di Keuskupan Agung Pontianak, Kalimantan Barat.
Para ilmuwan akan memahami berbagai hal terkait konflik terjadi
berdasarkan hasil seksualitas, maka bukan untuk dimanfaatkan bagi mereka
beragama berbeda selain kristiani dengan persoalan konflik sosial dan
kebenaran.
0 comments