Reformasi - Identitas Tionghoa Kalimantan Barat, Pencarian Jati Diri Kaum Pribumi

5/23/2022

Pembahasan mengenai identitas Tionghoa, akan panjang dengan adanya konsep agama berdasarkan perubahan di tengah majunya peradaban manusia. Sehingga dampak terhadap sistem ekonomi yang melekat pada kelas kebawah dilanjutkan dengan adanya identitas diri mereka sebagai manusia pada kebudayaan lokal.

Ketika hal ini disadari dengan adanya pencarian identitas kaum pribumi kelas sosial yang sebelumnya berbeda dengan adanya budaya makan orang (pribumi), maka berbagai bidang psikologis terhadap kebudayaan mereka sendiri menjadi symbol atas ketidakpatuhan mereka terhadap pengetahuan dan penciptaan hasil biologis mereka sendiri.

Tetapi dalam sistem politik untuk disadari bahwa, mereka hendak pergi di Negara tetangga untuk beribat, dan berekonomi secara baik di tengan politik yang begitu hebat di masyarakat lokal, pribumi. Berbagai konflik yang dibuat berdasarkan hasil asimilasi budaya, tidak lekat pada kebudayaan masyarakat yang memiliki penyimpangan terhadap identitas diri mereka sebagai manusia.

Tionghoa lokal ketika berkuasa secara ekonomi, dan menempatkan diri pada kebudayaan masyarakat sebelumnya dan saling menyerang, baik dalam kelompok, dan keluarga guna menpertahankan kepentingan budaya dan agama mereka secara lokal terhadap identitas pembunuhan dan konflik etnik yang direncanakan pad atahun 1967 – 1999 di Kalimantan Barat – Jakarta.

Masyarakat pribumi juga demikian, yang hendak dipahami sebagai identitas diri mereka pada sistemj pendidikan, budaya dan agama yang menjelaskan adanya sindikat terhadap kepentingan kelompok dan moralitas terhadap ekonomi politik, dan kelas sosial diraih sebagai awal dari kehidupan politik menjadi awal dari pembuangan mereka sebelumnya di Jakarta.

Penciptaan bagi mereka untuk tidak pendidikan tinggi, nama yang mengatasnamakan berbagai kepentingan agama, dan ekonomi budaya guna diakui pada sistem agama sebagai spritualitas yang rendah dari hasil numpang hidup dalam sistem birokrasi di Pontianak, dan perkampungan pedesaan.

Tidak pendidikan atau disengaja dan meciptakan konflik sosial karena tidak menjadi apa – apa diberbagai wilayah yang ada di Kalimantan Barat, terutama di Pontianak. Ketika  di Jakarta menjadi gambaran terhadap kriminalitas orang tersebut.

Bagaimana mereka makan dan minum, dan setiap periode masa Orde Baru – Reformasi, dan revolusi mental, guna memanfaatkan setiap momen politik, dan agama menjadi sindikat awal dari kehidupan sosial mereka di masyarakat.

Non birokrasi dengan adanya sistem pembelajaran terhadap pekerjaan mereka serta konflik sosial dibuat di Pontianak, dengan kelas sosial yang rendah menjadi catatan terhadap keberadaan mereka di Pontianak, guna bertahan hidup dan numpang hidup, sebagai awal dari kebiadaban mereka di Pontianak.

Ketika membahas mengenai Tiionghoa dan seksualitas mereka yang rendah, dengan kepentingan ekonomi politik, dan medis akan tampak dengan pengetahuan yang begitu bobrok dan pembangunan ekonomi politik, dan manusia yang rendah di masyarakat umum, Pontianak, Kalimantan Barat.

Apa motif dalam hal ini bagi Tionghoa pendatang yang hidup seperti pelancong di pasar dan Kapuas Besar, dengan status dan kelas sosial rendah. Maka mereka hidup dengan ekonomi politik seksualitas yang dibuat sesuai dengan ambisi dan moralitas di masyarakat, biasanya untuk baik di mata publik.

Nah, dalam hal ini berbagai kesempatan dalam setiap sistem agama diperiksa kembali sesuai dengan kepentingan politik dan identitas diri mereka pada masyarakat Melayu  - Dayak, pada masa periode Sutarmidji, Walikota – Gubernur 1999an – 2022 berlanjut di Kalimantan Barat.

0 comments

Daily Journal

Recent Posts Widget
close