Pada tahun 1999an setelah selesai terjadi peristiwa kekerasan etnik Madura – Dayak yang terjadi di Pontianak, terjadi dengan berbagai hal terkait dengan peristiwa kerusuhaan, dan berdampak pada kehidupan budaya masyarakat setempat dengan adanya konflik etnik, dan krisis ekonomi yang terjadi di Jakarta.
Ekonomi urbansiasi tampak terjadi, dengan adanya politik agama
yang meluas yang berasal dari kehidupan sosial budaya dan agama yang melekat
pada kehidupan sosial di masyarakat terutama pada kelas sosial kebawah –
menegah.
Hal ini memiliki kemungkinan yang terjadi hingga saat ini berasal
dari kondisi sosial dan agama yang melibatkan berbagai hal terkait dengan
seksualitas, dan agama di masyarakat yang terjadi hingga saat ini berasal dari
kalangan pengusaha, pemerintah pusat, dan mahasiswa.
Penekanan angka krisis ekonomi yang terjadi hingga saat ini
berasal dari kehidupan budaya dan agama, serta kemanusiaan tokoh agama dalam
menanggapi berbagai konflik sosial, yang melibatkan berbagai hal terkait kaum
pada kepentingan sosial di masyarakat kelas sosial dari urbansiasi ekonomi
perkotaan.
Ini menjelaskan adanya kepentingan politik, konflik sosial dan
berbagai hal terkait dengan sistem pengusahaan pada jasa makanan yang
dihasilkan dari kehidupan konsumsi setelah krisis ekonomi terjadi di Jakarta.
Migrasi yang melibatkan pengusaha, dan pejabat pemerintah dalam berbagai
kondisi ekonomi yang terjadi sebelumnya.
Kapitalisme,
dan Politik Agama 2002 di Indonesia
Kapitalisme yang meliputi ekonomi Barat, seperti investor, dan
birokrasi di Kalimantan Barat, dengan adanya penduduk lokal dari masyarakat
keraton, orang Jawa dan Melayu yang melibatkan masyarakat lokal seperti suku Dayak,
pada pembangunan ekonomi dan informasi, serta konflik sosial yang disamarkan.
Konflik sosial tersebut diciptakan dan disebarkan, maka
keterlibatan tokoh agama dalam hal ini menjelaskan adanya aspek kehidupan
ekonomi, dan agama dalam politik di Kalimantan Barat, terutama kaum pendatang
yang ada di Ibukota Jakarta.
Hamba uang memunculkan krisis ekonomi pembangunan atau yang
diketahui sebagai cinta uang, dari hasil perbudakan uang dan spritualitas agama
Kristiani dan Non Kristiani. Bagimana mereka mendirikan tempat tinggal, dan bekerja
pada sektor bisnis, dan birokrasi.
Konflik sosial dan etnik memunculkan berbagai pengalaman mengenai
dinamika budaya politik di Kalimantan Barat pada setiap periode terutama pada
masa kini 2018 – 2023. Keterlibatan politik agama dan seksulitas terutama pada
lingkungan gereja, dan kepentingan politik yang berasal dari seksualitas.
Yang mestinya menjadi penyadaran terhadap berbagai aspek kehidupan
manusia ini, seperti ekonomi (uang), tempat ibadah, lingkungan sosial,
pendidikan dan kesehatan pada tahun 2002 – hingga saat ini, setelah menguasai
ekonomi. Pola interaksi itu muncul terutama bagi kaum birokrasi di masyarakat,
dan pendatang dengan kelas sosial rendah sebelumnya.
Sebagai awal dari kehidupan sosial, dan agama di masyarakat
hendaknya melekat pada suatu prinsip dan nilai – nilai budaya, berdasarkan
kepentingan agama dan politik di masyarakat hingga saat ini terjadi. Kiranya
menjadi catatan terhadap berbagai pembangunan ekonomi, dan konflik kekerasan
yang terjadi pada tahun 1967 – 1999 di Kalimantan Barat.
Agama dan Budaya Seksualitas Di Kalimantan Barat
Ketidaksenangan manusia dalam menanggapi berbagai isu sosial dan
budaya serta agama dalam perjalanan misi yang berasal dari pewartaan dan misi di Indonesia sebagai
pusat dari kehidupan spritualitas yang tumbuh berdasarkan iman kristiani,
merupakan salah satu bagian dari aspek kehidupan beragama melekat pada kepentingan seksualitas,
kedudukan dan kehormatan yang menyimpang dengan standar pendidikan dan
pengetahuan.
Pada masyarakat Jawa – Dayak yang hidupnya numpang di gereja
katolik, sebagai misi untuk meperoleh pengetahuan, ekonomi masyarakat Tionghoa
yang terjadi di berbagai wilayah yang ada di Indonesia, dengan menerapkan
sistem ekonomi, dan kehidupan budaya yang tidak punya malu Sihombing – Jawa (orang)
dengan kelas sosial Keuskupan Di Kalimantan Barat.
Hal ini menjelaskan adanya kepentingan politik agama, di
lingkungan keuskupan agung Pontianak, dengan berbagai konflik etnik yang
terjadi pad atahun 1967 pada perstiwa bersejarah, dan kali ini dengan tidak
memiliki moral dan malu untuk datang berdoa, guna pada ekonomi pribumi –
Tionghoa di Pontianak.
Tokoh agama akan lekat dengan kepentingan politik yang berasal
dari kehidupan spritualitas, dan otak dari manusia biadab, terutama
keterlibatan Ordo Kapusin di Kalimantan Barat, Pontianak, pada persekolahan.
Bagaimana mereka mengausai ekonomi, dan numpang hidup mereka di
Indonesia dan menajdi kejahatan seksualitas di Pontianak teruatam pada
masyarakat Jawa (orang) numpang hidup berdasarkan agama Katolik, hasil ekonomi
urbansiasi di Pontianak Kalimantan Barat, St. Petrus persekolahan, dan
pendidikan kesehatan.
0 comments