Golput : Ketika Gerakan Golput Menjadi Sebuah Pilihan

3/16/2019

Tokoh Agama kini, Berpartisipasi dalam setiap proses pemilihan mencari atau kandidat pemimpin ini, dimana dalam tulisannya secara garis besar mengkritik para golputers yang ia anggap bodoh, parasit, dan tidak memikirkan masa depan bangsa. 

Ia beranggapan bahwa, pemilu adalah sarana paling demokratis agar publik mendapatkan pemimpin yang terbaik dari yang terburuk. Jadi konsekuensi dari argumen ini adalah seburuk apapun kedua paslon, pasti ada yang lebih mendingan. Nah itu yang harus dipilih. 

Argumen ini sebenarnya mengalami beberapa kejanggalan apabila dibedah satu persatu. Apa kelebihan dari kedua kubu sehingga mereka harus dipilih? Apakah benar, Jokowi dan Prabowo memiliki agenda yang bisa memecahkan persoalan bangsa ini kedepannya? 
Franz Magnis agar bisa memilih calon presiden dengan baik, hanya dengan dua kasus; persoalan HAM dan Konflik Agraria. debat pertama Capres-Cawapres dengan tema “Hak Asasi Manusia dan Hukum,” baik Prabowo maupun Jokowi sama-sama gagal menjelaskan secara konkret capaian-capaian mereka, ataupun pemahaman mendalam mereka terhadap persoalan HAM. 

Sama sekali tidak membahas akar konflik agaria di tingkat akar rumput. Konflik Samin vs Semen, konflik warga vs Pengembang bandara Kulon Progo, serta kasus kejahatan yang menimpa Budi Pego pun tidak dibicarakan. Krisis lingkungan dan kerusakan ekologis di wilayah pertambangan dan sawit, juga tidak dibahas sama sekali. 

Gerakan Golput adalah hal yang sangat relevan saat ini. Mengapa? Semua pintu untuk publik berpartisipasi dalam pemilu sudah ditutup oleh kekuasaan, sistem threshold 20 persen belum juga dicabut. Hal ini membuat publik tidak bisa mencalonkan presiden secara independen tanpa melalui partai. Padahal, semakin banyak calon akan semakin baik. Publik pun bisa menyeleksi dan memilih dengan seksama. 

Sementara, cara selanjutnya agar publik bisa berpartisipasi dalam proses politik adalah membuat partai politik. Namun untuk membuat partai politik yang bisa disahkan oleh KPU, publik diberikan syarat yang seabrek dan butuh biaya milyaran rupiah untuk mendirikan cabang DPC/DPD tiap kota. 

Mungkinkah, hal ini membuat sebagian besar partai yang mengikuti pemilu, tumbuh dan dihidupi oleh orang kaya dan pengusaha besar yang tidak memiliki ikatan yang kuat dengan masyarakat bawah. Maka jangan heran jika kebijakan-kebijakan yang dibuat partai cenderung tidak berpihak kepada rakyat miskin. 

Referensi : DiKutip Salah Satu Media Online

0 comments

Daily Journal

Recent Posts Widget
close