Pemahaman yang menarik ketika berbagai persoalan terkait dengan tubuh manusia dengan kepentingan politik, maka yang dihindari adalah atas ideologi penguasa bahkan lebih tampak dalam produk media cetak, majalah maupun surat kabar, serta papan nama yang tertera pada ideology bangsa.
Media televisi
di hindari maka, berbagai persoalan terkait dengan wilayah mana yang sakral untuk
tidak disentuh, untuk tidak dipersepsi secara kritis, pada masa politik
Indonesia terutama untuk wilayah Kalimantan Barat, menarik untuk dipahami
dengan media kritis yang berlangsung di masyarakat, hendaknya menjadi bagian
dari lingkaran kekuasaan.
Para pemilik
surat kabar, dan majalah lebih berjarak justru kerab di dekati oleh lembaga
telepon, sebagai bayang-bayang untuk perizinan
yang menjadi momok untuk berdirinya manfaat media yang baik bagi bangsa,
seperti saat ini Mata Najwa telah menjadi perhatian media massa, oleh politikus
atas pembangunan starup yang dirintisnya, atau pengusaha yang menjadi daya Tarik
terhadap pekerjaannya.
Argumentasi
yang disampaikan bukan pada persoalan hukum, melainkan politik atau logika
hukum yang disetir kepentingan politik. Sementara, yang menarik ketika ngopi
saja menjadi karakteritik para politikus yang diperhatikan hingga saat ini.
Perubahan
yang dinamis semakin tampak dengan berita-berita yang sampaikan secara penuh
dengan ucapan dan ungkapan para pejabat politik terhadap peran akademisi,
seringkali pejabat politik yang sedang berkuasa.
Pernyataannya
adalah hanya satu statement muasalnya juga dari state, Negara tepatnya
pemerintah, sementara kenyataan terkait dengan fakta jurnalistik, real dan
realitas. Analogi yang bisa disampaikan adalah mengenai gunting pita yang
membentang dengan makna bahwa bisa bermakna busung lapar, melarat deficit,
bencana, banjir dan seterusnya.
Yang tidak
hanya sebatas sukses sebagaimana dimaknakan dalam ritus gunting pita. Media televise
dalam hal ini diamati dengan politik yang berarah pada persoalan hukum, serta
sama-sama mencetak eufimisme.
Berbagai
persoalan dari bencana tersebut tentunya mengarah pada bahasa ilmiah erosi
geografi, padahal jelas mengenai pengundulan hutan oleh kroni penguasa. Pada
situasi perpolitikan Indonesia, akan jelas tampak menempatkan penguasa makin
menumpuk dan memupuk kekuasaannya, ekonomi media, ekonomi komunikasi media
massa Indonesia, cendrung mengambil jalan aman.
Yang dalam
hal ini jalan aman, adalah bermain-main dengan bahasa atau kalimat yang
bermakna, serta bersyair, itu menjadi pemajuan saat ini mengenai media.
Perubahan tampak pada kekuasaan dengan berbagai peran yang disertai perubahan,
akan berbeda dengan makna yang memang terekam pada jejak di konsumsi
masyarakat, baik tidaknya merupakan hasil dari sistim tatanan budaya massa yang
diciptakan.
0 comments