Beberapa tahun untuk menyaingi berbagai partai politik di Amerika Serikat, maka telah jelas visi yang dijalankan dalam merencanakan berbagai rencana negatif, serta pro dan kontra dari partai di Kalimantan Barat, misalnya pada partai PDI Perjuangan, Golkar dan Demokrat yang memang masing-masing mendapatkan dukungan dari Nasional.
Telah diketahui praktik penyelewengan kekuasaan yang dibuat di
Kalimantan Barat, dengan menggunakan sistem pendidikan katolik dan keterlibatan
para pastor dan pendeta yang ada dalam melihat berbagai praktik kotor yang
digunakan.
Salah satunya, adalah sistem produksi yang diakses oleh suku
Batak, temuan terutama Silaban tentunya akan berdampak nilai jelek terhadap
praktik partai PDI Perjuangan di Kalimantan Barat, 2006-2016 berlanjut dalam
pendidikan karakter yang dibuat berdasarkan aspek agama yang dipercayai.
Salah satu menjadi dukungan yang dibuat adalah campur tangan orang
Melayu terhadap konflik yang dibuat dari perangkat Desa, kota hingga kerajaan
yang melibatkan berbagai koalisi yang dibangun berdasarkan aspek partai yang
dibangun ketika itu.
Selama pemerintahan itu, hasil pajak yang dibuat tidak
difasilitasi dengan baik, tetapi digunakan sebagai manfaat politik yang
mempengaruhi berbagai hasil pendapatan yang dibuat, dengan keterlibatan orang
Tionghoa di Kalimantan Barat, yang pro terhadap sistem pemerintahan yang
dibuat.
Berbagai peluang kesehatan apa yang bisa dibuat mereka ketika
hingga menjadi daftar tunggu terhadap aspek ekonomi yang mereka perbuat dengan
temuan yang didapat berdasarkan hasil kajian dari masyarakat di perkotaan.
Kebijakan Pada
Masa Belanda
Tetapi Berlanjut, pada gagasan mengenai masa kolonial Belanda ketika pembangunan gereja memang
memiliki arti penting terhadap kebebasan beragama. Hal ini telah terjadi pada tahun 1579, kebebasan hati nurani yang telah di jamin oleh pasal 13 dari Uni
Utrecht, Kini berbeda jauh dengan aspek kekuasaan yang diperebutkan dengan
kepentingan ekonomi politik dan kekuasaan, menjadi partai hati nurani rakyat
pada tahun 2010an berlanjut pada penguasaan militer di Indonesia, pada tingkat Nasional dan Lokal.
Penyebaran sekte menjadi otoritas Belanda dan takut dengan
penyebaran sekte Protestan yang ada pada luasr tradisi mereka, terutama akses
ekonomi dalam suatu lingkungan masyarakat, gereja dan berbagai aspek
pemerintahannya. Hal ini, merupakan efek jera dari hasil perlawanannya ketika Luther menantang agama Islam dan
katolik dalam kebiadaban paham mereka.
Suasana keibadatan yang kini telah dilakukan untuk tidak
melibatkan berbagai hubungan keluarga serta tidak untuk praktik sah untuk
pembaharuan Belanda di Negara itu. Penganiyaan yang dilakukan masing-masing
suku terutama Batak dan Tionghoa dan agama mungkin mendukung apa menjadi bagian
dari sistem kekerasan yang dibuat.
Dengan, melalui konsumsi makanan yang dibuat di berbagai
lingkungan termasuk pada rumah tangga, kegiatan gereja, dan merupakan hasil
dari resistensi dan ketidaksenangan mereka terhadap orang yang menyakini
gereja, hal ini dapat ditemui di gereja-gereja Katolik dan Protestan, termasuk
agama Islam yang pro terhadap partai dan golongan tersebut.
Perbedaanya dapat diketahui dengan berbagai akses ekonomi politik
yang dijalankan hingga saat ini, termasuk dengan kekuasaan hak atas pangan, air
dan tanah, sebagai kebutuhan yang memang berada pada akses sosial politik di
masyarakat.
Kekerasan
Politik Yang Terjadi
Pada tahun 1990an pada krisis ekonomi terjadi di Indonesia,
bagaimana situasi di Kalimantan barat teruatama oleh orang melayu, dengan
mencurahkan berbagai aspek kepentingan mereka, dengan menganiyaya serta
kekerasan yang dibuat pada pemerintahan walikota Pontianak, Batak Siregar
dengan demikian mereka dari tanah Batak dan rantauan dari DKI Jakarta akhirnya
berbondong-bondong datang ke Pontianak dan untuk tinggal, sebagai jalanya
urbanisasi.
Keterlibatan mereka, dengan menghancurkan rumah, serta berbagai
peristiwa kebakaran terjadi, pada masa pemerintahan PDI Perjuangan, dan Golkar
serta berbagai temuan yang terjadi dengan mendatangi polisi karena suatu
kejadian yang dibuat pada masa pemerintahan di Provinsi.
Mungkin, mereka membuat berbagai scenario kejahatan dalam sistem partai
yang mereka perbuat, temuan itu terjadi pada masa pergantian politik di
masing-masing partai. Hal ini jelas bahwa persoalan yang mereka perbuat ntah
itu dari partai, giolongan dan suku. Kebiadaban mereka, tentunya dengan cara
yang salah untuk mengakses sumber ekonomi politik yang ada di pedesaan dan perkotaan.
Berlanjut untuk masa saat ini ketika berbagai pengalaman politik
yang berlangsung lama, akan diketahui dengan berbagai aspek kepentingan umum,
dengan memiliki pengetahuan bukannya lebih baik untuk dipahami, tetapi semakin
biadab, hal ini dapat ditemui pada masyarakat golongan bawah suku Batak.
Bagaimana dengan masyarakat Jawa, hal ini tentunya menjadi tradisi
atas apa yang mereka lakukan dengan berbagai akses pendidikan dan kesehatan di
Kalimantan Barat. Politik berlanjut dengan menggunakan agama sebagai peran dari
mereka untuk menutupi kekerasan yang mereka lakukan, baik itu Kristen dan
Protestan, serta Islam, masing-masing menggunakan ideology Ketuhanan mereka
terhadap aspek pemahaman politik yang dibuat.
Proses pengaduan domba masing-masing rumah sakit memang akan tetap
terjadi, misalnya yang pro pada masa pemerintahan di daerah dengan partai
politik tertentu, maka akan berobat kesehatan di rumah sakit swasta, dan
pemerintah.
Hal ini menjadi temuan ketika masing-masing kepala suku di
Kalimantan Barat, mendapat bagian mereka terhadap politik yang dibuat PDI
Perjuangan. Tetapi hasilnya apa, tentunya membentuk sistem kekerasan Kristen
dan Katolik sebagai jalan terhadap perlawannnya dengan Islam yang kataya tidak
melakukan kekerasan.
Ketika, tidak memahami agama pola pemikiran mereka akan pada aspek
ketidakpercayaan terhadap Tuhan, maka mengarah pada aspek keilmuwan dan menjadi
ateis. Berbagai hal terkait dengan pengetahuan yang mereka miliki dengan pola
prilaku mereka terhadap aspek pengetahuan dari pendidikan dan kesehatan yang
hingga kini tentunya mengarah pada sains dan pseudosains.
Batas antara sains, dan pseudosains memiliki implikasi filosofi
dan ilmiah, sementara perbedaan sains dari pseudosains memiliki implikasi
praktis seperti dalam kasus perawatan kesehatan, kesaksian ahli, kebijakan dan
pendidikan sains sendiri.
Oleh karena itu, membedakan fakta dan teori ilmiah dan keyakinan
sains semu, seperti yang ditemukan dalam penolakan perubahan iklim, astrologi
(ilmu perbintangan), alkimia dan pengobatan alternative adalah bagian dari
pendidikan sains dan literasi ilmiah yang perlu dipahami di masyarakat.
Pada Negara Maju, seperti Amerika Serikat, Jepang, Tiongkok yang
telah mengembangkan berbagai teknologi kesehatan, dan para ilmuwannya memiliki
dedikasi tinggi terhadap apa yang dibuat dalam membantu kesehatan umat manusia,
hal ini dengan jelas apa yang menjadi pengetahuan terhadap aspek mereka
dibidang kesehatan, pendidikan dan teknologi.
Di Indonesia, dengan berbagai ragam manusia dengan agama, suku,
yang membedakan masing-masing pengobatan yang diterapkan dengan saat ini yang
memiliki potensi terhadap berbagai persoalan kesehatan dan pendidikan di
masyarakat. Tidak heran jika pejabat Negara Indonesia banyak yang memiliki
pengobatan di luar Negeri.
0 comments