Politik, Media Massa, Konflik Etnik Partai ?

5/28/2021

Apa yang belum terpublikasi oleh media massa, dari perlakukan hukum yang dibuat oleh Orang batak Sihombing, di Pontianak, Kalimantan Barat, dan dukung dengan Orang Melayu (003) serta para pakar hukum yang hanya diam dengan persoalan konflik yang dibuat, serta seenaknya orang Batak Siregar dengan rasa malu singgah dalam suatu perkampungan.

Itu disebut dengan seni politik seksualitas Orang Batak Siregar di Kalimantan Barat saat ini, tentunya pelopornya adalah oleh PDI Perjuangan, dengan merembut dan merampas saham ekonomi politik masyarakat Tionghoa. Baru-baru ini, tidak jauh dari rumah. 

Peran gereja Katolik, Kristen dan Islam di Indonesia melihat persoalan umatnya, melalui sosial budaya terutama terlibatan Tokoh agama di lokal, Indonesia ini, sehingga terkesan bersembunyi dibalik jubah dan bangunan tempat ibadah.

Kembali pada politik di Amerika Serikat dengan memahami bagaimana konflik seksualitas pada aspek ekonomi politik yang berlangsung di Indonesia, tercipta pada demokrasi RI Presiden Jokowi ke 7          2014 hingga sekarang. Berbagai hal terkait dengan politik seksualitas dimulai dari konsumsi pada ruang keluarga, masyarakat, Negara, pendidikan dan kesehatan.

Orang Batak, hampir disebut dengan pembuat masalah diberbagai tempat termasuk konflik mass ajika terjadi. Tidak berbeda jauh dengan Orang Dayak di Kalimantan Barat, serta ketidaktaatan pada kitab kehidupan agama mereka (Kristen).

Sebagai perlindungan untuk menghindari berbagai konflik di luar Negara (Indonesia), serta isu di Timur Tengah, mereka dengan mudah untuk masuk kehidupan agama yang dijalankan dengan tidak patuh, sesuai denghan norma dan kehidupan agama saat ini.

Atas nama kemanusiaan itu maka, dipahami bagaimana mereka menerapkan sistem politik seksualitas pada Orang Tionghoa, Orang Dayak dan Orang Jawa, jika tidak patuh maka konflik kesehatan dan pendidikan tidak heran akan terjadi. Pengalaman ketika masa periode PDI Perjuangan, dan organisasi di Kalimantan Barat 2008-2017, berlanjut, padahal itu adalah uang Rakyat.

Penyediaan uang politik yang tidak heran berdampak pada DKI Jakarta, pada sistem pendidikan yang dibuat sejumlah perguruan tinggi. Maka, tampak bagaimana mereka menciptakan suasana konflik pada penggunaan budaya Jawa, “makmur dan miskin ( Kehormatan)”, aktornya seorang dokter (seksualitas) 2018, politik di Kalimantan Barat. Persaingan juga dimulai, oleh Orang Batak tidak kalah penting, seperti perompak kapal, dengan sistem pendidikan diciptakan sebagai evaluasi terhadap lembaga dan institusi.

Ketidaksehatan atas kondisi ekonomi mereka, terhadap berbagai persoalan pajak seorang dokter itu bisa melakukannya dengan pajak yang dihasilkan, sehingga tidak heran jika berbagai persoalan ekonomi mereka juaranya, terutama untuk pajak.

Kemudian, untuk menutupi berbagai persoalan itu muncul dengan ketidakmaluan mereka terhadap persoalan di masa lalui, berbagai konflik hukum misalnya hingga kini belum selesai hingga saat ini. Bagaimana Negara bagian untuk melihatnya. Mereka, jika tidak patuh apa yang menjadi strategi senjata yang mereka lakukan, yaitu dengan pendidikan dan kesehatan, termasuk ekonomi ketika berkuasa (Orang Dayak & Jawa, Batak).

Konflik yang tercipta tersebut, juga didukung oleh Orang Batak Malau, untuk kebiadaban mereka *Orang Jawa itu, memang berada pada persoalan anak rantau ketika di DKI Jakarta. Berbagai kebiadaban mereka, baik itu etnik dan agama, akan mencerminkan keberadaan mereka di masyarakat, dan bagaimana etika mereka terhadap pengetahuan yang dimiliki saat ini.

Mengidentifikasi konflik para suku, telah jelas bagaimana mereka melakukannnya serta hukum yang mereka terima dengan suap atas konflik yang mereka ciptakan. Sehingga dalam hal ini, berbagai perguruan tinggi dan lembaga penelitian untuk berbagai Negara, agar memahami bagaimana harus berkerjasama kepada setiap institusi tersebut.


0 comments

Daily Journal

Recent Posts Widget
close