Perjalanan budaya, menjadikan pengalaman menarik untuk mempelajari masyarakat lokal, Indonesia dengan baik, seksama, pengamatan, dan fakta yang terlintas dari setiap aspek sistem sosial budaya dan ekonomi di masyarakat.
Terjadinya ketimpangan sosial, hendaknya dipahami karena adanya
perbuatan dan prilaku orang itu sendiri, individu, kelompok, mereka terhadap
dinamika budaya yang mendukungnya. Bagaimana, mereka berproses mencapai alat
produksi dengan kecurangan, adu domba, konflik sosial yang diciptakan, bahkan
mengurangi dan menambah bumbu, itu adanya ciri dan karakteristik orang
Indonesia secara umum.
Perolehan alat produksi mereka, merupakan hasil dari hidup berpindah-pindah
sesuai dengan sistem ekonomi politik, dari kepentingan partai dan gula yang
baik untuk bisa disantap secara gotong royong dan beramai-ramai.
Tepatnya, seperti orang Indonesia, dengan berbagai bangunan
gereja, masjid, pendidikan dan kesehatan, bersama-sama saling berebut hasil
sistem produksi itu, dimana mereka berada. Hal ini diketahui bagaimana prilaku
itu muncul dengan sistem mereka diberbagai wilayah di Indonesia, sebut saja di
Kalimantan dan Jawa.
Perolehan yang dicapai tentunya berdampak pada karaktaristik
subhuman itu, belum seutuhnya manusia, menjadi pengalaman menarik memahami
berbagai ciri mereka, yang hendak menyamai dan menginginkan status dan kelas
sosial, berbagai hal untuk mencapainya jelas dengan merusak sistem sosial, budaya,
pendidikan dan kesehatan sebagai kebijakan jika tidak mematuhi, Pontianak,
Kalimantan Barat.
Berbagai hal itu juga, siapa yang begitu menghambakannnya seperti
uang misalnya dapat dipahami apa yang dapat diterima masing-masing suku itu,
terhadap pembangunan jelas hal itu merupakan hasil dari penindasan, pelecehan,
konflik sosial, yang dibuat oleh warga masyarakatnya.
Dari hasil itu juga, mereka hidup ditengah masyarakat dengan tiada
rasa malu yang mendasari mereka pada sistem ekonomi politik yang mereka
terapkan, sehingga proses pembangunan Indonesia, jelas sekali dengan
kepentingan yang ada di Kalimantan.
Ketika mereka menguasai, dengan adanya ketidaksenangan kepada
orang Tionghoa, maka jelas pembangunan ekonomi melibatkan suku Dayak, orang
Batak, Orang Jawa terhadap berbagai pembangunan yang diperolehnya, disitu akan
kelihatan bagaimana ketidaksenangan mereka terhadap sistem pendidikan dan
kesehatan itu, maka diterapkan dengan
berbagai kebijakan yang dibuat dimulai dari persekolahan Kristen, Pontianak,
Kalimantan Barat.
Hal ini, guna melakukan berbagai ambisis kehidupan orang Batak
Sihombing, Hutagaluh jika tidak salah nama seorang guru itu, dengan perlakukan
tidak baik misalnya, jelas dilakukan dengan berbagai hal itu diterapkan di
Indonesia, begitu orang Batak (Kristen-Islam) rantau berada di kalangan
pendidikan, Indonesia.
Jika tidak menyengangi lagi tambah pasukan seperti tentara bahkan
perompak kapal yang jelas menjadi catatan baik, dan sebagai alat untuk bertahan
hidup mereka, menjadi tampak bagaimana mereka berproses di masyarakat, untuk
masuk di perkampungan RT 003 Pontianak, dengan konflik diciptakan (Katolik –Islam,
Siregar) yang di dukung oleh orang sekitarnya dan kolektif, seperti menjual
makanan konsumsi, untuk melanggengkan kekuasaan di sekitarnya, hal ini tentunya
tidak menyenangi budaya yang diterapkan.
Keterlibatan itu berada pada merujuk pada masyarakat suku Orang
Batak, Orang Melayu, sekitar perkampungan itu, jelas bagaimana mereka
memperlakukan orang berbeda budaya, begitu juga adu domba dan berpura-pura
baik, dengan suatu pengalaman bertentangga dengan mereka. Itu gambaran
kehidupan budaya dan agama di Pontianak, Kalimantan Barat.
Kesadaran dan rasa tidak malu dalam memperoleh alat produksi telah
diciptakan oleh orang sebangsa mereka, membaca cara alat produksi dan ekonomi
yang mereka dapatkan dari hasil pajak, dan sekualitas (Sihombing, Orang Jawa, Marpaung, Tulung Agung) tentunya menjadi gambaran
tersendiri dari perputaran roda ekonomi di Kalimantan, DKI Jakarta, Jawa dan
Sumatera.
0 comments