Pemikiran Durkheim : Identitas Melalui Sistem Kepercayaan

4/16/2020

Dalam suatu pemikiran yang memang, baik untuk dipahami bahwa masyarakat memiliki kriteria dasar dari sebuah sistem sosial yang menjadi dasar dari berbagai kemajuan sistem di amsyarakat. Menurut Durkheim, suku-suku dengan sistem kepercayaan totemisme memiliki ikatan persaudaraan yang unik. 

Alih-alih diikat oleh hubungan darah, mereka justru diikat oleh kesamaan nama atau “totem”. Totem ini sendiri umumnya mengambil bentuk dari spesies binatang, atau tumbuhan tertentu. 

Totem-totem ini diukir, ditulis, dan bahkan digambar di bagian tubuh para penganut totemisme. Menurut Durkheim, tindakan mengukir, menulis, dan menggambar totem-totem tersebut merupakan upaya untuk mengubah sesuatu yang sifatnya profane (kayu, batu, dan anggota tubuh) menjadi sacred — mengubah sesuatu yang tidak suci menjadi suci. 

Lebih lanjut, Durkheim menjelaskan bahwa alih-alih menyimbolkan Tuhan, atau keberadaan lain yang sifatnya supernatural, totem merupakan simbol dari suku, atau klan yang bersangkutan. Berangkat dari argumen tersebut, Durkheim menyatakan bahwa “God is nothing more than society apostheosized,” atau dengan kata lain, Tuhan adalah masyarakat. 

Untuk mendukung argumennya, Durkheim menyatakan bahwa Tuhan dan masyarakat memiliki empat kesamaan utama yaitu: 1) Keduanya merupakan keberadaan yang lebih besar daripada individu; 2) Keduanya ditakuti oleh individu; 3) Keduanya tidak dapat hadir tanpa adanya kesadaran individual; dan 4) Keduanya menuntut individu untuk mengorbankan sesuatu secara berkala. 


Tentang agama paling primitif yang dikenal oleh manusia. Durkheim menolak mendefinisikan agama sebagai “kepercayaan terhadap sesuatu yang misterius” atau “kepercayaan terhadap sosok supernatural”. Bagi Durkheim, agama merupakan kesatuan sistem kepercayaan, dan praktik-praktik yang berkaitan dengan hal-hal suci (sacred) dan tidak suci (profane





0 comments

Daily Journal

Recent Posts Widget
close