Sistem Kerja Pada Perbedaan Budaya, Orang Jawa Dan Orang Daya 2011 - 2013 Pontianak

5/18/2021

Sebetulnya, apa konsep kemanusiaan dan perdamian bagi Orang Indonesia. Hal ini jelas menjadi pertanyaan ketika berkerja dengan perbedaan budaya dan agama. Jelas sekali ketika perbedaan budaya masyarakat suku, dan agama menjadi tembok bagi setiap yang berlindung pada pendirinya.

Upaya yang sebetulnya di ketahui bagaimana Orang jawa berteriak dengan Orang Tionghoa ketika bekerja bersama mereka (bukan orang politik) akan berbeda jauh bagaimana sistem pekerjaan dan konflik yang mereka ciptakan dalam ruang kerja, rasa tidak disenangi dengan peta konflik pada masyarakat Orang Melayu, di Kalimantan Barat.

Perlu dipahami bagaimana, mereka berasimilasi untuk kepetingan ekonomi politik pada masyarakat kelas bawah. Yang perlu dipahami dalam hal ini memang berada pada kondisi sosial budaya dan masyarakat yang kerabkali menjadi bahan dari persoalan.

Karakteristik masyarakat jawa dikenal dengan pengeluhan mereka terhadap berbagai apa yang diperoleh, ketika mereka mendapatkan akses ekonomi politik di masyarakat, hal ini jelas bagaimana prilaku mereka terhadap kebudayaan lain.

Ciri dan konflik yang diciptakan oleh mereka, telah dipahami dengan berbagai ragam budaya dan orang yang mereka terima 2012. Berkomunikasi dengan mereka, sama saja meskipun persoalan sejarah masa lalu menganggap mereka sobat ( Tionghoa dan Daya ), tentunya tidak berdampak pada sistem dinamika budaya di masyarakat.

Kebiadaban mereka dalam mengakses sumber ekonomi dan politik di masyarakat, baik itu melalui kendaraan politik ( Partai Politik ), jelasnya hal ini terjadi di Kalimantan Barat, dan bagaimana mereka menciptakan konflik (suatu pengalaman berkantor pada lembaga penelitian).

Mereka menggunakan sistem penekanan, suatu dasar dari manusia mereka baik itu orang Jawa hendaknya sudah mengasimilasi terhadap suku mereka baik itu Orang Jawa dan Orang Daya                (Birokrasi). Jelas sekali bagaimana pertumbuhan dan ekonomi politik mereka terhadap akses dinamika budaya yang mereka miliki.

Konflik berlangsung, dengan keterlibatan orang Batak dan orang Melayu, hal ini jelas dengan dinamika budaya, dan bertahan hidup  mereka di pedesaan dan perkotaan, agama mereka (Islam, Katolik dan Kristen) tetapi perbuatan mereka, tidak menunjukkan adanya nilai dan budaya yang agamis ditengah persoalan ideologi yang diangkat.

Mereka menyerang secara kolektif, baik itu di media sosial, handphone dan lainnya hanya bagaimana pihak yang memiliki wewenang untuk mengatasipasi prilaku dan karakteristik anak-anak mereka. Hal ini jelas, dengan kemajuan teknologi budaya barat yang diciptakan, dan Indonesia hanya bisa membelinya dalam arti konsumtif.

Konflik yang dibuat tentunya bercermin pada diri mereka sebagai manusia, bagaimana mereka hidup dan tinggal, serta berlindung dibalik tembok agama.  Ketika berada di Negara asing, mereka ingin memiliki penghasilan yang lebih baik, di Negaranya sendiri. 

Hal ini tidak dapat dipungkiri dengan hasil yang mereka capai, maka dari itu berbagai konsumsi makanan yang hendak dipahami dengan kebutuhan dan kepentingan politik memang berada pada persoalan ekonomi politik yang diterapkan di Indonesia, dan bagi mereka yang tinggal Indonesia.

Sementara, pada dinamika konflik yang diterapkan oleh mereka, dan bagaimana drama kehidupan yang mereka rencanakan sedemikian baiknya, guna mengundang simpati elit politik, hal ini jelas suatu pengalaman, dengan melihat cara hidup orang Indonesia, yang berbudaya itu. Suatu ajaran dari Orang tua, baik itu kepada anak-anak mereka, pada masyarakat Daya dan Jawa, Serta Batak sudah dilihat dalam lingkungan terkecil suatu masyarakat. 

 

0 comments

Daily Journal

Recent Posts Widget
close