Orang Dayak Bungan, Dan Kesehariannya

5/01/2021

Memahami ragam Suku Dayak Bungan, merupakan salah satu usaha yang berbeda dengan menyapa rombongan nomaden itu sia-sia karena mereka hanya berbicara bahasa Busang. Nieuwenhuis akhirnya hanya bisa mengamati mereka dalam-dalam, begitu penjelasannya.

Menurut catatan Nieuwenhuis pada 1894, penduduk Busang yang ditemuinya berperawakan seperti makhluk aneh. Kaum pria berbadan jangkung, kurus, tapi berotot. Kaum perempuan bertubuh kecil dan ramping seperti kekurangan gizi.

Pakaian, rajah, sumpit, dan mandau mereka menyerupai orang-orang dari hulu Sungai Mahakam. Rombongan itu hanya menanam sedikit padi dan menggantungkan hidup dari hasil buruan. "Cara hidup demikian," tulis Nieuwenhuis dalam buku berjudul Di Pedalaman Borneo (1994), "memaksa orang Dayak Bungan sering berpindah tempat, yang disebut dengan kehidupan Nomaden.

Nieuwenhuis adalah dokter militer Belanda yang pertama kali menulis artikel tentang Busang. Catatannya baru diterbitkan 100 tahun kemudian ketika Tim Ekspedisi Kapuas-Mahakam kembali ke Busang untuk memperingati seabad perjalanan Nieuwenhuis. Kedatangan tim ke desa kecil di pedalaman Kalimantan itu tepat ketika kabar emas Busang menyeruak ke penjuru dunia.

Busang memiliki banyak makna di pedalaman Kalimantan. Menurut Bernard Sellato, insinyur geologi dari Prancis yang menekuni antropologi di Kalimantan, Busang adalah nama etnis yang berdiam di Long Bagun dan Long Pahangai. Kedua tempat itu kini kecamatan di Mahakam Ulu. Akan jauh berbeda dengan wilayah budau, dan perbatasan Malaysia.

Sellato yang menulis pendahuluan di buku Nieuwenhuis juga menambahkan, Busang adalah nama sungai di utara Kalimantan Tengah, anak Sungai Barito. Sungai Busang berbeda dari Sungai Musang, cabang anak Sungai Mahakam, meskipun keduanya berdekatan.

Dalam pendapat Koesoemadinata, guru besar Institut Teknologi Bandung, Busang juga nama sebuah kawasan yang memisahkan hulu Sungai Mahakam dan hulu Sungai Kapuas. Kedua sungai besar itu berhulu di Pegunungan Muller, perbatasan alamiah Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Sarawak di Malaysia Timur (Bre-X, Sebungkah Emas di Kaki Pelangi, 1997).

 

 

0 comments

Daily Journal

Recent Posts Widget
close