Tembok Agama, dan Kehidupan Budaya (Suku) Kalimantan Barat

7/26/2021

Pada masa kolonial Belanda memang berbeda, karena ketika itu dipimpin oleh Sultan atau sistem kerajaan yang dipahami baik. Pada masa Kemerdekaan, berubah dinamis dengan birokrasi yang dimemang berdasarkan administrasi berbeda pada masa sebelumnya.

Apa yang menjadi konflik sosial, karena adanya masyarakat untuk bertani, dan menarik pajak atau upeti masa itu. Maka, membuat persoalan tampak pada masyarakat kelas sosial ketika itu, bangsawan dan rakyat jelata.

Maka, jelas bagaimana sistem konflik sosial, serta budaya yang berdampak pada Demokrasi saat ini akan berbeda jauh dengan sistem masa pemerintahan Orde Baru, Reformasi, hingga Revolusi mental. Sepanjang sejarah, baru kali akan dibahas.

Karena, jelasnya berbagai media paham betul bagaimana karakteristik dan prilaku para suku, yang hingga saat ini belum terekspos. Persaingan global, hingga seksualitas dilangsungkan guna mencapai tingkat kelas sosial yang baik, disamping itu berbagai daya terhadap persoalan dinamika budaya ketika kedatangan para suku pada sistem politik “marga”.

Sepanjang berbagai hal terkait itu juga muncul dengan baik, bagaimana mereka hidup dengan sistem politik yang diterapkan saat ini. Interaksi politik, kehidupan beragama tidak mencerminkan manusia itu pada istika “kasih”. Hal ini jelas bagaimana mereka hidup dan beragama pada tembok gereja, berdasarkan budaya, dan dinamika politik mereka orang Indonesia.

Jelas bagaimana catatan menjadi bagian penjelasan atas berbagai perjalanan masyarakat suku, gereja dan dinamika mereka selama bermasyarakat. Ekonomi politik, serta berbagai aspek itu berperan di Kalimantan Barat.

Jelas bagaimana mereka menerapkan persoalan kehidupan pada agama yang mesti dipisahkan dengan status sosial mereka,  Berbagai hal dari itu juga akan sangat jelas bagaimana mereka hidup dengan budaya dan agama mereka terhadap potensi konflik yang tidak lepas dari persoalan budaya kehidupan mereka.

Pada masa itu, konflik sosial memang terjadi diberbagai wilayah guna memperebutkan sumber daya alam dan manusia. Dengan demikian, berbagai hal terkait itu juga dilangsungkan dengan model aspek kehidupan sosial mereka saat ini. Kecuragan apa yang dibuat, hingga mencapai konflik agama, pada masa lalu.

Masing-masing individu, kelompok, enggan jujur dan terbuka dengan aspek budaya dan agama yang mereka buat, hal ini jelas dapat dipahami pada lingkungan masyarakat, rumah terutama. Kekerasan pun berlangsung pada masa reformasi yang mengakibatkan mahasiswa duduk di parlemen 1999-2000.

Kebijakan yang tidak berpihak, dan adanya konflik sosial maka di lanjutkan pada konsep Ke Tuhanan (tokoh agama). Begitu lah mereka hidup hingga saat ini, Melayu, Orang Batak Silaban, Siregar, dan Dayak di Kalimantan Barat. Setelah ekonomi seksualitas mereka baik. 

Maka mereka menerapkan sistem pendidikan dan kesehatan saat ini jelas tampak pada kecurangan dan pembangunan ekonomi (spritualitas) mereka Orang Batak, Protestan – Islam, (Rumah sakit Sultan Alkadrie) 2020-2021, maka diterapkan sistem ekonomi sastra China sebagai pengelakan konflik seksualitas yang diterapkan. 

Untuk tidak hukum pada kebijakan Negara. Semakin pintar orang Indonesia, semakin tidak baik berkehidupan beragama dan bermasyarakat, penyalahgunaan budaya, agama, dan pengetahuan.

0 comments

Daily Journal

Recent Posts Widget
close