Batak - Tionghoa, dan Kuliner

7/25/2021

Lidah memang memiliki citarasa yang berbeda, akan sangat menarik jika ada umat manusia pergi kuliner dengan mengunjungi sebuat tempat-tempat untuk mencicipi dengan berbagai budaya, dan kondisi konflik sosial yang dibuat pada aspek sosiologi konsumsi yang mereka terima.

Hal ini, dapat dipahami hasil dari aspek kehidupan sosial budaya, dan politik yang dibuat untuk mencapai pendidikan yang berdaya saing. Sehingga, tidak heran hingga tidak memiliki kebutuhan pangan,sandang, papan, serta mengorbankan orang lain, Batak.

Itu ada pada suku di Indonesia, dengan asimilasi budaya yang mereka terapkan hingga saat ini akan dipahami bagaimana mereka maju dan berprilaku dan kehidupan sosial dan budaya, guna mencapai berbagai tingkat keburukan yang mereka perbuat, Sihombing, Pontianak, Kalimantan Barat 2011-2019.

Hasil yang diterima pada aspek ekonomi, yaitu politik seksualitas, dengan hasil pekerjaan yang dikerjakan. Hal ini tentunya adanya pelanggaran-pelanggaran agama yang mencapai kebiadaban umat manusia, dalam pekerjaannya, selain pemberontakan mereka terhadap terbentuknya sejarah agama Kristen Protestan – Islam.

Dengan pendekatan lidah yang memiliki citarasa yang baik, untuk mereka konsumsi, sebagai dasar bagaimana mereka hidup, dan memperlakukan orang, suatu pembelajaran terhadap budaya, sangat berbeda jauh dengan budaya lainnya.

Itu yang menciptakan manusia, dalam aspek kesukuan dengan bentuk manusia itu sendiri. Bagaimana mereka hidup dan mengakses ekonomi politik, sosial dan budaya. Pendidikan dan kesehatan yang diterima, menjadikan merekja pembelajaran hidup terhadap kelas sosial mereka saat ini.

Hal ini tidak sertakan bagaimana mereka berpindah sebelumnya, dipulau Jawa dan Sumatera, Toba. Hal in jelas apa yang menjadi pemicu konflik sosial, di masyarakat dan apa yang menjadi baik bagi setiap pekerjaan mereka hingga saat ini, dengan cara mengadu domba pada setiap antar suku Batak Silaban, bringas (karakteristik Bringas) Sihombing,  -  Jawa, Lihat kembali sejarah di Jawa konflik terjadi, dan bagaimana mereka mendapatkan ekonomi mereka, "Jika gak ada orang Tionghoa susah katanya", BUDAYA MALU HILANG.

Tangan-tangan yang dihasilkan, dari keburukan mereka terhadap agama dan hidup sosial yang tampak dapat dipahami dari sebuah pengetahuan. Hal ini tidak diketahui baik,bagaimana agama menjadi alasan mereka terhadap adanya Tuhan, untuk mereka bertobat dari setiap kejahatan mereka buat, dengan orang lain, keluarga, dan masyarakat.

Memanfaatkan (meneguhkan) agama, dan kitab tampak bagaimana mereka hidup saat ini, sebagai ajaran yang memiliki peran terhadap aspek kehidupan sosial budaya di masyarakat, hingga mencapai titik kritis mereka bertahan hidup. 

Maka mereka melibatkan berbagai akses pekerjaan, hingga seksualitas dilangsungkan, untuk tetap bertahan pada ekonomi budaya mereka, Marpaung (Jawa), Pontianak, Kalimantan Barat (Seksualitas), dan Tuhan, hingga mencapai catatan babtis, Protestan - Islam - Budha - Katolik, Indonesia.

0 comments

Daily Journal

Recent Posts Widget
close