Islam - Protestan, Berubah-berubah Berdasarkan Kebutuhan Ekonomi Budaya

8/05/2021

Mempelajari karakteristik dari hasil genetika (Jawa – Batak) yang hidup di rantau, dengan drama kehidupan politik di masyarakat, memancing sejumlah kalangan, dan interaksi selama 2011-2021. Bangga dengan status sosial, dan kelas sosial mereka hasil dari kejahatan seksualitas, pendidikan, konflik sosial.

Jelas bagaimana proses hubungan agama Islam dan Protestan dari hasil asimilasi budaya, berdasarkan hukum agama. Tidak yakin dengan hasil profesi kedua orang tua mereka, maka raih kelas sosial sebagai dokter, guru dan dosen (Sihombing, Silaban) tetapi menyimpang dengan hukum Indonesia, dan adat budaya serta agama. 

Yaitu kebijakan yang dihasilkan oleh hasil genetika Marga Silaban, dan Marpaung di Kalimantan Barat, (tidak menyelesaikan pendidikan 9 tahun), maka diimbaskan pada masyarakat Tionghoa, untuk berbisnis temuan pada 2002 berlanjut hingga universitas. 

Memang anda siapa (Prilaku Kucing digunakan oleh Silaban, Sihombing dokter dan dosen) temuan itu pada pembangunan manusia yang diciptakan, guna bersaing dengan menghalalkan berbagai cara, pada konsep suatu Negara Tetangga yang ada di Malaysia (orang, pekerja).

Hal ini berada kebijakan para kepentingan elit politik kembali di hasilkan, melalui agama Islam dan Protestan, mungkinkah Katolik terlibat (Siregar), terutama tokoh agama, dan suster atau berdasarkan suku?. 

Berubah berdasarkan kepentingan ekonomi, dan melonjaknya dan meraup kekayaan dari masyarakat Tionghoa, yaitu warisan, hasil kejahatan suku Batak Silaban, di Pontianak Kalimantan Barat, dan ingin perusak kehidupan dan agama pelakunya Marpaung (Jawa), tidak sadar diri mereka siapa.

Dugaan itu muncul adanya bolak balik antar Negara, dan wilayah di Indonesia, untuk merencanakan kejahatan di lingkungan rumah, masyarakat, dan ditempat konsumsi. Berbagai kepentingan muncul adanya kepentingan ekonomi politik, status sosial, kelas, sosial, yang dihasilkan oleh masyarakat Jawa dan Batak.

Atribut yang mereka gunakan, berupa organisasi, adat, dan Negara, serta partai politik., Untuk itu, tidak hentinya ini menjadi jalan bagi setiap manusia yang paham akan keberadaan manusia Indonesia, dalam melihat ketiadaan mereka sebagai manusia, tidak mampu berinovasi, dan berpengetahuan sehingga banyak korban jiwa yang dihasilkan, pada ilmu kesehatan (IDI).

Bagaimana mereka meraih berbagai tingkat status sosial  mereka, kelas sosial, pendidikan, serta kerakusan mereka (jika tidak makan orang, maka makan uangnya). Penghasilan sebagai seksualitas Jawa Marpaung ternyata besar juga biayanya, apalagi sebagai agama Islam pindah ke Protestan, bahwa uangnya habis untuk berjudi, berkonflik, berdasarkan kitab agama, dan politik.

Catatan para suku sangat jelas bagaimana mereka hidup dengan ingin bersaing, dan masuk ke kelas sosial yang bukan keberadaan mereka, hingga menyimpang berdasarkan aturan agama. Yang jelas bagaimana mereka bernegosiasi dengan masyarakat Tionghoa - Melayu (Dosen BSI) yang sama biadabnya.

Itu menjadi cikal bakal pembangunan manusia di Kalimantan saat ini, setelah kemerdekaan RI pertama yaitu Mesjid DKI Jakarta, berlanjut pada pembangunan manusia biadab saat ini. Berlindung dibalik tembok agama, dan suku, saat ini pendidikan Silaban (Katolik MRPD Pancasila) perusak tatanan sosial. 

0 comments

Daily Journal

Recent Posts Widget
close