Kebudayaan - Ketika Tionghoa Hakka Asimilasi Budaya (1930an - 21)

10/12/2021

Berbagai persoalan sosial masyarakat Tionghoa, dan Batak dimulai dari profesi mereka sebagai pendidik, dokter, dan pekerja, jelas bagaimana mereka hidup sesuai dengan karakteristik mereka di masyarakat, dengan adanya sistem budaya, dan pekerjaan mereka di masa lalu, jelas pada masa kolonial Belanda, hingga saat ini masa revolusi mental, dan Industri Belanda - 1945 - 21.

Asimilasi budaya, yang mereka buat sesuai standar kota Pontianak - Desa, jelas bagaimana mereka hidup pada sistem politik seksualitas mereka ciptakan berdasarkan aspek kehidupan pinggiran, dengan adanya sistem politik pada masa periode petugas partai PDI Perjuangan Gubernur Kalimantan Barat tersebut.

Catatan dalam hal ini, dengan berbagai budaya Timur tentunya adanya budaya lokal, guna mendapatkan sistem seksualitas mereka terhadap berbagai hal terkait manusia itu, ketika migrasi (Tionghoa - Dayak).

Kehidupan seperti itu layaknya direncanakan atau tidak oleh mereka dengan berbagai konflik sosial, konflik pada sistem politik, dan organisasi keagamaan yang mereka rencanakan dengan tidak mengurang rasa hormat dan persoalan sosial mereka di masa lalu.

Berbagai hal terkait itu, tentunya kasar atau tidak merupakan karakteristik mereka, dikarenakan mata pencaharian atau ekonomi mereka seperti petani, pekerja, terutama di Kalimantan Barat, dan buruh pelabuhan. 

Proses perjuangan kelas sosial, mereka sebut dengan berbagai orang yang datang dengan adanya budaya - agama  dan moralitas mereka sendiri atau kehilangan kesadaran diri mereka terhadap aspek kehidupan budaya mereka, Sihombing, Pontianak.

Hal ini jelas bagaimana mereka hidup pada sistem budaya Jawa – Batak mereka, bagaimana mereka hidup dan tinggal dengan sistem kelas sosial mereka yang dihasilkan dari perjuangan kelas pekerja. Berbagai ilmu pengetahuan yang minim tentunya ada, termasuk pada akses kehidupan budaya sosial yang ada di masyarakat secara umum.

Untuk menyadari berbagai persoalan sosial dan konflik sosial mereka, hendaknya diikuti dari berbagai suku, yang memang memiliki hasil kecurangan bagaimana mereka hidup dalam berprofesi dan berbudaya sebagai suku.

Kehidupan seperti itu, tampak bagaimana mereka hidup dengan moralitas pendidikan mereka, guna masuk pada sistem kelas sosial. Hal ini menjadi salah satu budaya atau peringatan bagi Jawa – Dayak – Batak mengenai kondisi perkampungan mereka secara umum. Hal ini berbeda dengan budaya lainnya, jelas bagaimana mereka hidup perjuangan kelas sosial, secara khusus.

Ketika hal ini menjadi bagian dari setiap kegiatan, Sihombing – Marpaung - Siregar – Malau (pendidikan) memang memiliki cara licik ketika setiap momen politik seskualitas mereka, di Kalimantan Barat, dan bagaimana mereka untuk bisa bertahan hidup, untuk membuat kondisi seksualitas, dan konflik sosial, seksualitas antar suku, dan agama.

Sistem pendidikan yang diciptakan, tentunya masih jauh dengan kebudayaan lainnya, jelas bagaimana mereka hidup dengan pendidikan dan kesehatan yang mengkhwatirkan adalah ketika "orang" karena bisa berpura-pura baik, dan berlindung pada tembok agama Katolik - Protestan - Islam, dan lembaga pendidikan Katolik, pada Orang ( Sihombing – Siregar 2008 - 2017), Pontianak Indonesia, sebelumnya sudah terjadi.

0 comments

Daily Journal

Recent Posts Widget
close