Kebisingan Kota Pontianak, Kuliner, Politik & Ideologi ?

12/10/2021

Kalau tidak salah, untuk mencari makan ketika malam ada gado – gado di tengah kota tempat kuliner yang biasa orang tongkrongin di jalan gajah mada Pontianak. Jualnya, dipinggir jalan, khas sekali dengan suasana malam, ketika untuk berjalan kaki, dan berkendara.

Untuk menikmati tempat makanan itu, cukup dengan pesan perporsi. Semantara, itu aktivitas yang malam adalah nongkrong, terutama sambil liatin tuh berbagai karakteristik masyarakatnya, terutama pada kebisingan ekonomi politik, dan pekerjaan yang melelahkan dan dengan upah yang rendah pada tahun 2008.

Sebelum artis Ibukota datang untuk membuka tempat music, perhotelan dan kuliner tentunya menjadi tepat sekali ketika berada pada kepentingan bangunan Tionghoa Khek, nah disitu juga ada bangunan yang paling rendah minimal 2 tingkat.

Kalau berbagai aktivitas kota, hingga ada kontainer itu adalah orang – orangnya perompak kapal, Sihombing itu hanya orang suku yang datang kemudian ngaku-ngaku akan bangunan dan kontribusi terhadap pembangunan kota Pontianak. 

Sementara, dengan sistem ekonomi politik, dan seksualitas, tidak berbeda jauh dengan seorang petugas partai Gubernur Cornelis itu (petugas partai), hebat mobilisasinya, dan rencana kejahatan di ubah menjadi seksualitas pada perkampungan sebelumnya.

Berjalan lagi liat pembangunan kota Pontianak, dengan kepentingan seksualitas Pontianak – Jakarta. Memang betul orang tersebut tidak jauh berbeda dengan orang kampung di Kapuas hulu, yang senang dengan iseng, Misalnya hasil seksualitas genetika Batak – Jawa, dan Jawa – Dayak.

Tanpa menyadari vitalis mereka terhadap perubahan manusia, sebagai kelas sosial rendah, dan hasil dari pencapaian dan perjuangan kelas, sebagai orang Indonesia – Lokal. Itu biasa, namanya aja orang iseng toh, maklum dari kampung jauh sebagai perompak kapal – dan tidak ada aktivitas sebagai Ibu rumah tangga Sihombing – Marpaung itu.

Sehingga, persoalan penghasilan dan upah di mainkan oleh orang Tionghoa Khek di Pontianak, tidak jauh dari kuburan Orang Tionghoa Budha – Sihombing HKBP itu. Hasil dari ekonomi seksualitas Pontianak- Jakarta.

Hasil dari penyimpangan itu, maka yang bisa menampung mereka dengan cara kotor adalah orang MRPD Pancasila, melalui sekolahan, dan pendidikan di Gembala Baik, padahal busuk orang itu kayak buah, terhadap budayanya Batak (Makan orang) Jawa Lokal.

Ketika mereka kehilangan akal (kitab suci), dan berlindung dibalik tembok agama,  kekuasaan, ekonomi dan lainnya terutama profesi mereka pada kedokteran dan pendidikan Pontianak (Untan), yang dijual adalah vitalis – pekerjaan dan mereka secara ngotot seperti HKBP - Islam Indonesia, Marpaung – Jawa, Sihombing – Mrpd Pancasila (Siregar) 2011 - 2019 (Petugas partai dapil kota dan provinsi, PDI Perjuangan). 

Ambisi ingin berkuasa tanpa memahami kehidupan sosial, dan ekonomi mereka seperti (djan & bong), hasil genetika selain kuliner, maka dilanjutkan dengan pekerjaan seperti UMKM, dan, gas hasil kepentingan ekonomi politik di rumah militer, setelah melakukan kekerasan dan masuk ke kantor polisi Kota Pontianak 2016 - 2017, dan berani untuk menyentuh saya, muncul pertanyaan apa agama mereka Katolik atau Budha?.

Begitu juga, dengan Tionghoa Khek – Tiochu, yang punya orang tua angkat dan hasil asimilasi budaya di Kalimantan Barat yang brutal, jelas Jawa – Dayak, begitu juga Tionghoa pada Jawa. Begitu juga sebaliknya, kagum melihatnya, dan memahami budaya dan kebrutalan mereka selama hidup di Pontianak – Jakarta, pokoknya di Kalimantan Barat.

0 comments

Daily Journal

Recent Posts Widget
close