Studi : Gambaran Tuan Tanah, Kaum Buruh Tani dan Solusi Dalam Penyelesaian Konflik Masyarakat di Kabupaten Kuburaya, Kalimantan Barat

1/05/2022

Studi : Gambaran Tuan Tanah, Kaum Buruh Tani dan Solusi Dalam Penyelesaian Konflik Masyarakat di Kabupaten Kuburaya, Kalimantan Barat

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.             LATAR BELAKANG

Persoalan perburuhan merupakan persoalan kehidupan orang banyak. Perburuhan identik dengan manusia yang diberikan upah terhadap pekerjaannya. Begitu juga dengan buruh tani. Dimana, kaum buruh tani yang tidak memiliki lahan pertanian, akan dikuasai tuan tanah. Tuan tanah inilah, yang memegang alat produksi yang rill. Maka, banyaknya kaum tani tak dapat berkembang hingga saat ini.

Mereka, kaum tani akan memikirkan terus akan kebutuhannya. Kebutuhan hari-hari yang akan mereka konsumsi, guna mencukupi hak fundamental mereka. Hak dasar seperti sandang, pangan, dan papan menjadi salah satu upaya mereka, mau tidak mau harus mengikuti aturan yang ditetapkan oleh tuan tanah. Tidak ada kebebasan yang didapat bagi kaum tani ini. Kecuali, tuan tanahnya juga merasakan apa yang dirasakan kaum buruh tani.

Maka, dari hal itu tampak jika tuan tanah dapat mentoleransikan lahan mereka untuk buruh tani dengan mengakses lahan yang dimiliki. Dengan pertimbangan daripada tidak ditanam atau difungsikan, maupun hanya dibiarkan liar begitu saja. 

Mungkin ini lebih bermanfaat bagi kaum buruh tani. Kemudian, pemerintah juga dapat ambil bagian untuk menata ruang wilayah mereka untuk kaum buruh tani ini. Sehingga, mereka tidak perlu khawatir untuk memperoleh alat produksi.

Kemudian, apa yang dikatakan Karl Mark, bahwa Jika suatu lingkungan ini didasarkan atas revolusi kelas, dari sinilah timbulnya keyakinan Marx terhadap alienasi dan konflik dalam setiap masyarakat berkelas[1]. Jika suatu kelas sudah menguasai.

Konflik diantara keduanya merupakan salah satu persoalan untuk mengakses tanah  atau istilahnya Land hunger. Tetapi pada era saat ini, lapar tanah mayoritas rakyat yang membutuhkan akses tanah, adalah mengenai kebutuhan dasar, sedangkan tuan tanah sudah mencakup status sosial[1].

Pada masa sistim feodalisme Eropa Barat abad pertengahan, para petani membayar rente khusus kepada tuan tanah untuk menggunakan tanah mereka yang dibayar dengan hasil panen. Dengan begitu petani memproduksi  untuk diri sendiri dan pemiliki tanah. Dengan begitu, petani harus bekerja makasimal agar dapat mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga[2].

Sementara, banyak para ilmuwan menggunakan istilah eksploitasi untuk hubungan tuan tanah dan petani, tuan dan budak, dan dalam kadar tertentu kelas pemerintahan dan masyarakat umum. Namun, istilah ini lebih bersifat subjektif, George Dalton, misalnya menyatakan bahwa pendekatan Dalton terhadap eksploitasi sepenuhnya subjektif dan tidak dapat diterima, dalam hal ini tidak ada penilaian yang objektif tentang keadilan arus balik barang dan jasa antara penguasa dan petani.

PENUTUP

Konflik lahan sebelum dan sesudah Indonesia merdeka terus menjadi persoalan

hingga kini. Persolan konflik lahan di masa lalu dan masa sekarang masih menjadi salah

satu daftar tunggu tugas-tugas yang harus diselesaikan. Hal ini dapat dirasakan ketika

pemilik modal masuk baik itu dilahan pertanian dan hutan. Dengan demikian untuk

mengimbanginya, penyelesaian konflik dimasyarakat haruslah jelas dan terselesaikan.

Tidak hanya itu saja, kesadaran masyarakat untuk membangun desanya melalui potensi

desa tentu menjadi bagian yang sangat penting dalam suatu perubahan.

Sementara, meningkatkan sumber daya manusia terutama lulusan-lulusan sarjana

di bidangnya untuk ikut serta memajukan potensi pertanian di daerahnya masing-masing

juga menjadi bagian yang penting dalam hal ini. Dengan demikian, produksi pertanian

dapat meningkat mulai dari tingkat lokal, nasional dan internasional dapat menjadi nilai

tambah dalam peningkatan pangan lokal. Kemudian, lahan yang ada difungsikan dengan

baik, serta kebutuhan dan kesejahteraan dalam sektor pertanian dapat terwujud dengan

segera.

DAFTAR PUSTAKA

Andilala. “Bupati Kubu Raya Imbau Masyarakat Berdayakan Lahan”, Diambil 8

November 2016 dari http://kalbar.antaranews.com/berita/312598/bupati-kubu-

raya-imbau-masyarakat-berdayakan-lahan.

Asmara, M. G., dkk. (2010). “Penyelesaian Konflik Pertanahan Berbasis Nilai-Nilai

Kearifan Lokal di Nusa Tenggara Barat”. Mimbar Hukum Volume 22, Nomor 1,

Februari 2010. Diambil 8 November 2016 dari

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=281600&val=7175.

Bitra.or.id. (2011). “Pembangunan Bisa Berbuah Sengketa Jika RUU Pengadaan Tanah

Disahkan”. Diambil 8 November 2016 dari

http://bitra.or.id/2012/2011/03/02/pembangunan-bisa-berbuah-sengketa-jika-ruu-

pengadaan-tanah-disahkan.

Darmawan, M. K. (2014). Teori Kriminologi. Jakarta: Universitas Terbuka.

Dhini, S. (2009). "Strategi Bertahan Buruh Kontrak Dalam Memenuhi Kebutuhan

Pokok”. Diambil 8 November 2016 dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14994/1/09E00857.pdf.

20 Arimbi Ramadhiani, “9 Juta Hektar Lahan Ketahanan Pangan dan Transmigrasi Disepakati Tiga Menteri”,

http://properti.kompas.com/read/2015/05/09/0316015/9.Juta.Hektar.Lahan.Ketahanan.Pangan.dan.Transmigrasi.Dise

pakati.Tiga.Menteri, Hlm. 1.


Fisher, S., dkk. (2001). Mengelola Konflik, Keterampilan dan Strategi Untuk Bertindak.

Jakarta: The British Council Indonesia.

Hutapea, H. (2006). “Beberapa Faktor Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Sikap

Nelayan Buruh Terhadap Juragan (Toke)”. Diambil 8 November 2016 dari

http://repository.usu.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/7422/010309004.pd

f?sequence=1.

Kartono, D. T. (2007). Sosiologi Distribusi. Jakarta: Universitas Terbuka.

Kompas.com. (2013). “Kalbar Tolak Penempatan Transmigran”. Diambil 8 November

2016 dari

http://regional.kompas.com/read/2013/04/15/02484564/Kalbar.Tolak.Penempatan

.Transmigran.

Marzuki, S. (2008). “Konflik Tanah Di Indonesia”. Makalah Workshop Penelitian di

Tiga Wilayah.

Nugroho, A. (2016). ”Bertahun-tahun Garap Lahan Pertanian di Kawasan Hutan

Lindung”. Diambil 8 November 2016 dari

http://www.pontianakpost.co.id/bertahun-tahun-garap-lahan-pertanian-di-

kawasan-hutan-lindung.

Oetojo, B., dkk. (2005). Teori Sosiologi Klasik. Jakarta: Universitas Terbuka.

Rachman, D. A. (2015). “3 Kementerian dan KPK Akan Terbitkan Petunjuk Teknis soal

Sengketa Lahan”. Diambil 8 November 2016 dari

http://nasional.kompas.com/read/2015/08/22/04300061/3.Kementerian.dan.KPK.

Akan.Terbitkan.Petunjuk.Teknis.soal.Sengketa.Lahan.

Ramadhiani, A. (2015) “9 Juta Hektar Lahan Ketahanan Pangan dan Transmigrasi

Disepakati Tiga Menteri”. Diambil 8 November 2016 dari

http://properti.kompas.com/read/2015/05/09/0316015/9.Juta.Hektar.Lahan.Ketaha

nan.Pangan.dan.Transmigrasi.Disepakati.Tiga.Menteri.

Ruswanto, W. (2011). Teori Perubahan Sosial. Jakarta: Universitas Terbuka.

Safitri, H. (2008). "Petani Indonesia : Legalisasi Tanah Atau Menggarap Tanah".

Pelatihan Penelitian HAM. INTERSEKSI Foundation Agustus – Oktober 2008.

Soekadijo, R. G. (1989). Tendensi Dan Tradisi Dalam Sosiologi Pembangunan. Jakarta:

PT. Gramedia.

Syawaludin, M. (2014). “Memaknai Konflik Dalam Perspektif Sosiologi Melalui

Pendekatan Konflik Fungsional”, Dilihat tanggal 2 November 2016. Diambil dari

http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/tamaddun/article/download/136/121.

Yulianingsih, T. “Menteri Desa Marwan: Transmigrasi Buka Daerah Terisolasi”,

http://bisnis.liputan6.com/read/2299810/menteri-desa-marwan-transmigrasi-buka-

daerah-terisolasi.

___. (2016). “Pengaruh Konflik Organisasi Terhadap Motivasi Kerja Karyawan”.

Diambil 8 November 2016 dari

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132243759/JURNAL%20KONFLIK%20D



[1] Jurnal, Suparman Marzuki, Konflik Tanah Di Indonesia. Makalah Workshop Penelitian di Tiga Wilayah.

[2] Drajat Tri Kartono, Sosiologi Distribusi, Universitas Terbuka, Cetakan Pertama, 2007. Modul Hal 6.12



[1] Boedhi Oetojo,dkk, Dalam Buku Teori Sosiologi Klasik, Universitas Terbuka, Cetakan Pertama 2005.

 

0 comments

Daily Journal

Recent Posts Widget
close