Kampung Tionghoa - Masyarakat pedesaan, dikenal dengan masyarakat primitive jauh sebelum agama muncul. Bagaimana dengan orang senasib dengannya, pada berbagai hal terkait keilmuan mereka agama, dan budaya secara tradisional.
Ketika dipahami adanya kepentingan agama dan budaya di masyarakat
Tionghoa, diluar agama kristiani ini memang berada pada kondisi masyarakat yang
senang membuat konflik pada agama Kristen sebelumnya, hal ini jauh sebelum
Indonesia merdeka, dan hingga masa kini menjadi catatan terhadap keberadaan
agama Kristen dan Islam di Indonesia.
Pengalaman rohani menjadi awal dan alasan mereka bertemu atau
berjumpa dengan Tuhan, terlepas dari kebiadaban mereka sehari – hari,
berdasarkan budaya dan adat istiadat di masa lalu mereka hingga saat ini,
sampai mereka bertahan hidup pada sistem ekonomi.
Tidak hanya itu saja,
berbagai hal terkait manusia itu berasal dengan pekerjaan dan
pengetahuan mereka terhadap sejarah di masa lalu, sebagai makan orang menjadi
catatan dan identitas mereka selama di Pontianak – Jakarta, hal ini tidak jauh
berbeda dari orang Tionghoa yang sok beriman di Keuskupan Agung Pontianak.
Dengan menyadari akan adanya orang Tionghoa beragama sesuai dengan
aktivitas sehari – hari mereka, dan kebiadaban orang agama Budha dan Konghucu
berdasarkan hasil asimilasi agama Kristen telah mencatat bagaimana mereka hidup
pada agama Islam dan Kristen di Indonesia.
Ada sewaktu – waktu mereka berbuat jahat dengan agama Katolik
misalnya sebelum adanya identitas budaya dan agama mereka selama disini. Tidak
jauh dari lingkungan keluarga, dengan melalukan kekerasan dalam kehidupan dan
di rumah militer ini pada tahun 1970an.
Catatan itu dikumpulkan dengan suatu kesadaran mereka terhadap
agama budha – Konghucu, akhinya ada yang masuk Katolik, dan Islam di Pontianak –
Kapuas Hulu. Tidak heran dengan budaya dan agama mereka, begitu juga dengan
protestan HKBP dan GKE. Ketika kebutuhan
ekonomi, meningkat terhadap aktivitas mereka selama di sini.
Pelajari agama secara Kristen memang tidak mudah, apalagi menjadi awal dari keberadaan dan pekerjaan mereka sebagai makan orang di Indonesia dan buruh kapal, pertokoan dan berhalakan Tuhan dalam kehidupan seksualitas mereka yang menjijikan Sihombing – Tionghoa Pontianak - Jakarta.
Sementara, ekonomi mereka terima
berdasarkan hasil asimilasi budaya dan agama serta senasib yang brutal dan standar peler yang menjijikan, layak dinikmati oleh orang Tionghoa - Melayu (khek
– tiochu) Pontianak, berdasarkan pekerjaan mereka sehari - hari pendidik dan tenaga kesehatan, guna tidak dikatakan sebagai pembunuh, dan konflik agama yang dibuat, guna numpang hidup, timbul pemikiran apa enaknya ngentot atau seksualitas dengan mereka ?.
0 comments