Kehidupan Sosial, Ekonomi Perkotaan Tionghoa Hakka - Pribumi 1990an

7/12/2022

Kehidupan sosial politik, akan berlangsung dengan adanya aspek manusia yang hendak memahami pembangunan kota yang berlangsung pada masa periode politik pada masa orde Baru, dan Reformasi. Setelah itu, berbagai kepentingan ekonomi pedesaan, dan perkotaan berlangsung dengan adanya asimilasi seksualitas masyarakat lokal yang tinggal pada urbanisasi ekonomi pedesaan.

Kepentingan ekonomi, dengan adanya diskriminasi, dan rasialis akan berada pada kondisi manusia, yang hendak dipahami adanya kepentingan birokrasi, dan ekonomi pedesaan pada masyarakat perkotaan yang layak dipahami dengan adanya perubahan sosial  layak diketahui dengan adanya pembangunan manusia setelah reformasi - Orde Baru 1970an - 2002.

Kapitalisme tumbuh di Jakarta, perdagangan dan tekstil menjadi awal dari kehidupan pada masa kemerdekaan, dan setelah konflik etnik, dan agama yang dibuat guna mencari perhatian publik di Pontianak, tidak jauh berbeda pada kepentingan ekonomi masyarakat Tionghoa pedesaan (Hakka – Hokkien) perbudakan, pemerasan, sesama kaum.

Taipan, menjadi sebutan bagaimana ekonomi tumbuh di Jakarta, dengan perdagangan tradisional seperti pertokoan, dan market yang diciptakan dalam setiap elemen masyarakat dari penjualan yang dihasilkan pada ekonomi pribumi, masyarakat Tionghoa menjadi buruh pabrik, pertanian, transportasi.

Hal ini menjelaskan adanya penciptaan ekonomi kota yang terjadi, melalui pembagian kerja, atau merasa tidak dapat mencari makan, kata orang Jawa yang berurbanisasi ekonomi, guna memanfaatkan agama dan penyebaran agama di Indonesia, lokal dalam kehidupan budaya sosial di masyarakat secara umum.

Ketika mereka menguasai sistem ekonomi dan budaya, serta apa yang menjadi catatan terhadap aspek kehidupan sosial di masyarakat lokal, dan pembangunan manusia, dan ekonomi layak dipahami dengan adanya moralitas dan etika yang hilang pada kaum Tionghoa - Pribumi yang sebelumnya beragama Kristen Protestan  - Katolik.

Hamba Uang, Pada Konflik Agama

Cara menghambakan uang, dan kesehatan menjadi jelas dengan asimilasi dan konflik etnik, dan kebuasaan mereka sebagai orang Tionghoa – Dayak – Jawa, orang disini, sebagai awal dari asimilasi seksualitas mereka di Tanah  bumi Kalimantan dan Jawa Kolonial Belanda – revolusi yang menjadi catatan terhadap hasil seksualitas politik.

Fase kehidupan sosial budaya, menjelaskan adanya aspek kehidupan primitive, dan peredaran ekonomi sosial pada sistem sosial di masyarakat, terhadap seksualitas, guna mendapatkan pengakuan masyarakat Tionghoa untuk beragama Katolik – Protestan, dan Islam. 

Sebelumnya menjelaskan hal tersebut pada kepentingan politik ekonomi di Ibukota Jakarta, hal ini dipahami sebagai utang darah pada konflik agama dan etnik di Kalimantan, dan Jawa di masa lalu terjadi. Sistem ekonomi pedesaan, terletak pada orang Jawa - Dayak - Melayu. Tionghoa menjadi awal bagaimana konflik tersebut tercipta baik direncanakan atau tidak. 

Pada aspek pendidikan misalnya jika mendapatkan uang darimana, dan bagaimana melakukan penelitian dalam menyelesaikan pendidikan tinggi, dan bekerja itu menjadi awal dari kalangan kehidupan sosial kebawah sebelumnya. 

Sedangkan orang Jawa, tentunya senang dengan istilah kehidupan agama karena kepentingan golongan, suku dan seksualitas, baik itu secara ekonomi, politik dan budaya serta konsumsi (pertanahan). Ketika ekonomi ketuhanan yang berdampak pada pola prilaku masyarakat lokal, Indonesia. 

Dengan masuknya agama, maka mereka berbondong - bondong datang ke pedesaan dan kota untuk menawarkan jasa medis, dan pendidikan dalam pembangunan ekonomi pada kekuasaan birokrasi pada politik lokal di Kalimantan Barat, dan hidup berpindah - pindah berdasarkan kepentingan politik - ekonomi agama Budha - Katolik - Protestan (orang).


0 comments

Daily Journal

Recent Posts Widget
close