A . Evolusionis
Dalam rangka agar disiplin ilmu antropologi bisa diakui
sebagai salah satu ilmu pengetahuan, antropologi harus mempunyai teori, konsep
dan metode seperti yang dikembangkan oleh ilmu pengetahuan alam dalam mengkaji
masyarakat manusia. Oleh karena itu, dalam perkembangannya disiplin ilmu
antropologi meminjam teori evolusi yang dikembangkan oleh disiplin ilmu
biologi, yaitu dari pemikiran evolusionis Charles Darwin.
Menurut Darwin, semua bentuk kehidupan dan jenis-jenis makhluk hidup yang ada di muka bumi ini mengalami proses evolusi. Berkembang sangat lambat dari bentuk-bentuk yang sangat sederhana (makhluk hidup satu sel) menjadi beberapa jenis makhluk hidup baru yang lebih kompleks. Selain Darwin, tokoh lainnya yang berbicara tentang proses evolusi adalah A.Wallace, yang lebih menitikberatkan pada seleksi alam. Menurut Wallace, proses seleksi alam menentukan bentuk-bentuk fisik makhluk hidup yang ada pada saat ini dalam menjalani proses evolusi mereka.
Kedua pemikiran ini, proses evolusi dan seleksi alam, banyak mempengaruhi perkembangan teori dalam disiplin ilmu antropologi. Teori evolusi yang ada dalam disiplin ilmu biologi ini, selain diterapkan untuk menjelaskan evolusi biologi yang terjadi pada manusia, juga untuk mendeskripsikan dan menganalisis proses-proses evolusi sosial-budaya yang terjadi. Demikian halnya dengan teori seleksi alam, yang juga untuk menjelaskan bahwa mereka yang masih survive adalah manusia yang kuat karena berhasil melewati proses seleksi alam yang terjadi.
Perkembangan selanjutnya adalah munculnya teori evolusi
sosial-budaya universal, di mana dalam rangka mengkaji kehidupan masyarakat
manusia harus dipandang bahwa semua hal tersebut mengalami proses perkembangan
yang sangat lambat (berevolusi) dari tingkat yang rendah dan sederhana menuju
ke tingkat yang makin lama makin tinggi dan kompleks. Proses evolusi seperti
itu akan dialami oleh semua masyarakat manusia di manapun di muka bumi ini.
1.
Evolusi Biologi
Proses evolusi menurut disiplin ilmu biologi, terjadi
melalui mutasi sehingga menghasilkan variasi keturunan. Hal ini terjadi karena masuknya gen baru dari populasi lain dan
akibat dari pengaruh faktor seleksi
alam.
Berdasarkan hal di atas, maka untuk memahami bagaimana
proses evolusi itu terjadi, kita harus sedikit banyak mengetahui tentang
mekanisme reproduksi terutama kaitannya terhadap persoalan keturunan.
2.
Evolusi Manusia
Pemikiran evolusionis banyak dikembangkan dalam antropologi fisik (salah satu cabang
atau spesialisasi dari antropologi). Melalui
penemuan fosil
dan peralatan para ahli antropologi fisik berupaya untuk
merekonstruksi proses evolusi manusia.
3.
Evolusi Sosial - Budaya
Ide atau pemikiran evolusionisme juga digunakan untuk
menjelaskan proses perkembangan atau kemajuan sejarah dari sistem sosial-budaya
yang paling sederhana sampai ke sistem sosial-budaya yang lebih kompleks. Salah
satu tokoh atau ahli yang menerapkan teori evolusionisme tersebut adalah
Herbert Spencer.
Dalam hal ini, Spencer memandang bahwa kebudayaan merupakan superorganis.
Pendekatan yang dikembangkan oleh Spencer disebut sebagai “Darwinisme
Sosial”. Proposisi pertama Spencer
adalah bahwa masyarakat, seperti halnya organisme, merupakan keseluruhan yang
terdiri dari bagian-bagian yang terintegrasi secara fungsional dan mengalami
pertumbuhan, kemunduran, diferensiasi dan integrasi. Proposisi Spencer yang kedua dihubungkan dengan konsep individualisme laissez-faire
Victorian yang mengandung aplikasi dari prinsip seleksi alam pada manusia dalam
masyarakat. Bagi mereka yang lemah, miskin dan kurang mampu dianggap sebagai
un-fit atau tidak cocok; dan
mereka yang termasuk kategori ini harus diijinkan untuk habis (musnah) sama
sekali agar dapat menciptakan kemajuan yang alami dalam masyarakat di masa
berikutnya/mendatang.
Salah satu penganut evolusionis yang paling berpengaruh
pada abad 19 adalah LH.
Morgan. Morgan pada tahun
1877 membagi savagery dan barbarism masing-masing ke dalam 3 tahap yaitu bawah – tengah – dan atas. Setiap tahap dibedakan oleh suatu perkembangan teknologi. Sementara itu Tylor dan Frazer memusatkan perhatian pada
evolusi religi dan memandang kemajuan masyarakat/budaya dari sudut pandang
evolusi psikologis atau sistem mental. Sedangkan ahli teori sosial lainnya seperti Maine, Mc Lennan dan JJ.Bachofen,
juga mengajukan skema berbeda mengenai perkembangan masyarakat, religi,
kekerabatan atau pranata hukum.
Skema-skema evolusionis pada perkembangan awal ini
mengacu pada evolusionis unilineal
yang dikarenakan argumen mereka lebih ke arah kategorisasi untuk sepanjang satu
rangkaian tahapan perkembangan, yang mereka asumsikan bahwa semua kelompok
manusia akan maju meskipun
dengan angka/percepatan yang tidak rata atau sama.
4.
Evolusi Multi-Linear
Ketika dihadapkan dengan bahan-bahan etnografi yang ada,
pada kasus-kasus tertentu ternyata pemikiran evolusionis unililear tidak
berlaku universal. Kesulitan-kesulitan
tersebut di atas inilah yang mendorong munculnya pemikiran evolusionis multilinear. Julian H. Steward adalah tokoh yang dikenal sebagai pendiri evolusionis multilinear.
Steward memperhatikan garis-garis spesifik perkembangan
dalam masyarakat atau kelompok masyarakat yang secara spesifik memiliki bersama
apa yang sebutnya sebagai inti
kebudayaan. Inti kebudayaan
yang dimaksud adalah konstelasi ciri-ciri
yang meliputi pola-pola sosial, politik dan agama yang saling terkait satu sama
lain secara erat– yang paling terikat dengan kegiatan subsistensi dan tatanan
ekonomi. Atas dasar inilah Steward berpendapat bahwa bagi kebudayaan
yang memiliki inti kebudayaan yang kurang lebih sama akan berevolusi mengikuti
suatu rangkaian evolusi yang sama, meski berbeda dalam detail spesifiknya. Dalam menjelaskan evolusi pertumbuhan masyarakat, Steward
mengusulkan tiga prosedur dalam ekologi kebudayaan, yaitu :
1.
hubungan antara
teknologi suatu kebudayaan terhadap lingkungannya
2.
pola perilaku yang
berkaitan dengan teknologi dalam sebuah kebudayaan
3.
hubungan antara
pola perilaku dengan unsur-unsur kebudayaan lainnya.
Sementara itu, pendekatan yang agak berbeda tapi juga
multilinear dan ekologis adalah pemikiran yang dikembangkan oleh George Peter
Murdock. G.P. Murdock membangun Cross-Cultural
Survey, dan kemudian Human
Relations Area Files, untuk memungkinkan
para peneliti bisa membangun korelasi distribusi unsur-unsur kebudayaan dan
menjelaskan pencetus historis secara umum atas daerah-daerah kebudayaan
tertentu atau tipe-tipe kebudayaan yang sama.
B.
Difusi
Difusi adalah proses penyebaran
unsur-unsur kebudayaan dari kebudayaan yang satu ke kebudayaan yang lain. kaum difusionis berusaha
menjelaskan bahwa gejala-gejala persamaan unsur-unsur kebudayaan di berbagai
tempat di dunia tersebut disebabkan karena adanya persebaran dari unsur-unsur
itu ke berbagai tempat. Para ahli yang bisa dikategorikan sebagai difusionis antara lain seperti
F.Graebner, W. Schmidt, WHR Rivers dan F. Boas.
C.
Fungsionalisme
para tokoh antropologi kemudian mengembangkan konsep masyarakat sebagai sebuah sistem yang terdiri dari
bagian-bagian yang saling berkaitan satu sama lain. Suatu sistem
terbentuk dari bagian-bagian atau seperangkat komponen yang saling berkaitan
satu sama lain sedemikian rupa sehingga sifat-sifat dari keseluruhan sistem
tersebut berbeda dari unsur-unsur/bagian-bagian yang membentuknya.
1.
Fungsionalisme
Bronislaw Malinoswki
Dia menyimpulkan bahwa setiap unsur kebudayaan mempunyai fungsi sosial terhadap unsur-unsur
kebudayaan lainnya. Dengan
demikian, kebudayaan mempunyai fungsi sosial yaitu sebagai alat untuk pemenuhan kebutuhan manusia
sebagai pendukung kebudayaan yang
bersangkutan. Dalam tulisannya “Argonauts of the Western Pasific”
(1922), Malinowski mengatakan bahwa pertukaran dalam sistem perdagangan 'kula' (sistem kula) menggambarkan adanya hubungan antara kegiatan
pertukaran tersebut dengan unsur-unsur kebudayaan lainnya secara fungsional.
D.
Struktural-Fungsionalme
Pemikiran
struktural-fungsionalisme memandang masyarakat sebagai suatu sistem dari
struktur-struktur sosial yang ada dalam masyarakat tersebut. Dalam hal ini, struktur
yang dimaksud adalah pola-pola nyata dari hubungan antarkomponen yang ada dalam
masyarakat, yang relatif bertahan lama. Jadi, masyarakat secara keseluruhan bisa dipandang
sebagai sebuah struktur besar yang menaungi berbagai struktur-struktur yang
lebih kecil yang ada dalam masyarakat tersebut, di mana struktur yang satu
saling berhubungan dengan struktur yang lainnya.
Pemikiran struktural-fungsional memandang individu selalu
menempati suatu status sosial
dalam berbagai struktur sosial yang ada dalam masyarakatnya (individu umumnya
memiliki lebih dari satu status sosial). Individu yang menempati suatu status
sosial tertentu memiliki hak-hak
dan kewajiban yang tertentu
pula sesuai dengan status sosial yang disandangnya. Hak-hak dan kewajiban yang
melekat pada status sosial inilah yang menentukan peran seseorang di dalam masyarakatnya.
1. Strukturalisme Levi Strauss
Sumbangan yang paling dikenal dari Levi-Strauss dalam pemikiran strukturalisme adalah pemikirannya atau teori oposisi binar nya. Menurut dia, logika elementer (yang paling mendasar) dari manusia adalah mengklasifikasikan alam semesta dan masyarakatnya ke dalam berbagai kategori mendasar, dan, yang paling mendasar adalah membagi ke dalam dua golongan berdasarkan ciri-ciri yang saling bertentangan, yang dikenal dengan oposisi binar atau oposisi berpasangan. Levi-Strauss berpendapat bahwa struktur itu keberadaannya ada di dalam pikiran/akal manusia, dan interaksi sosial dilihatnya sebagai manifestasi/perwujudan dari struktur kognitif manusia (oposisi binar/berpasangan).
2.
Strukturalisme
Radcliffe-Brown
Struktur sosial, menurut Radcliffe Brown adalah keseluruhan dari jaringan hubungan antar
person dan antar kelompok-kelompok person. Dia secara tegas membedakan individu dengan person. Person digunakan
untuk menyebut individu yang dikaitkan
dengan status sosial dan peran yang melekat pada individu yang bersangkutan. Menurut Brown, bentuk dari struktur sosial adalah relatif
tetap/stabil, dan kalau pun harus berubah biasanya proses perubahannya relatif
sangat lamban. Sedangkan person-person atau kelompok-kelompok person yang ada
di dalam struktur sosial tersebut selalu berubah atau berganti.
Evans-Pritchard berpendapat bahwa sistem sosial suatu
masyarakat adalah sistem moral,
dan bukan sebagai suatu gejala alam seperti yang dikemukakan oleh
Radcliffe-Brown. Di sini tugas seorang antropolog adalah merekonstriksi
struktur sosial suatu masyarakat yang dipelajarinya. Sedangkan Mayer Fortes
memasukkan dimensi waktu.
Menurut Fortes, jaringan hubungan antarbagian dari suatu masyarakat berlaku
dalam jangka waktu tertentu.
Berbeda dengan Radcliffe-Brown, Fortes berpendapat bahwa, struktur sosial itu
selalu berubah, baik dalam bentuk maupun dalam wujudnya yang nyata (realitas). Sementara itu, Raymond Firth, seperti halnya dengan
Radcliffe-Brown berpendapat bahwa struktur sosial dan fungsi sosial tidak bisa
dipisahkan dari konsep organisasi sosial.
3.
Analisa Situasional: Pendekatan Jaringan Sosial
Seorang manusia dalam mewujudkan tindakannya selalu berada
di dalam lingkungan saling keterhubungannya dengan manusia-manusia lain yang
ada di sekitarnya.
Oleh karenanya Mitchell mengusulkan bahwa image jaringan seharusnya
ditanamkan ke dalam benak para ahli antropologi sewaktu akan mempelajari
kehidupan masyarakat
kompleks. Begitu pula Bott dan Barnes juga menunjukkan bahwa
jaringan-jaringan sosial dapat digunakan untuk menginterpretasi perilaku di
dalam berbagai variasi situasi sosial yang luas, dan tidak terbatas hanya pada
studi peran-peran conjugal.
Bila ditinjau dari tujuan hubungan sosial yang membentuk jaringan-jaringan
sosial yang ada dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi 3 jenis jaringan
sosial, yaitu:
1. Jaringan interest (jaringan kepentingan), di mana hubungan-hubungan
sosial yang membentuknya adalah hubungan-hubungan sosial yang bermuatan
kepentingan
2. Jaringan sentiment (jaringan emosi), yang terbentuk atas dasar
hubungan-hubungan sosial yang bermuatan emosi
3. Jaringan power, di mana hubungan-hubungan sosial yang membentuknya
adalah hubungan-hubungan sosial yang bermuatan power.
Masing-masing jenis/tipe jaringan sosial tersebut memiliki logika
situasional yang berbeda satu sama lain.
(Sumber : Dirangkum dari Pengantar
Antropologi, Modul 2 dan 3)
0 comments