Proses Komunikasi dan Akulturasi

2/19/2017


Manusia merupakan makhluk sosio-budaya yang memperoleh prilakunya lewat belajar. Apa yang dipelajari tentunya dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Dari berbagai aspek belajar manusia, komunikasi merupakan aspek yang terpenting dan paling mendasar. Dengan berkomunikasi kita menyesuaikan diri dan berhubungan dengan lingkungan kita, serta mendapatkan keanggotaan dan rasa memiliki dalam berbagai kelompok sosial yang mempengaruhi.

Dalam konteks sosial yang luas, telah dapat dirangkum bahwa budaya sebagai paduan pola-pola yang merefleksikan respons-respons komunikatif terhadap ransangan dari lingkungan. Pola-pola budaya ini pada gilirannya merefleksikan elemen-elemen yang sama dalam perilaku komunikasi individual. Le Vine (1973) menyatakan pikirannya ketika mendefinisikan budaya sebagai seperangkat aturan yang terorganisasikan mengenai cara-cara yang dilakukan individu-individu dalam masyarakat berkomunikasi satu sama lain dan cara mereka perpikir tentang diri mereka dan lingkungan mereka.

Proses yang dilalui tentunya dalam hal ini diperoleh aturan (budaya) komunikasi dimulai pada masa awal kehidupan. Melalui proses sosialisasi dan pendidikan, pola-pola budaya ditanamkan ke dalam sistim saraf dan menjadi bagian kepribadian dan perilaku kita (Adler,1976). Proses belajar yang terinternalisasikan memungkinkan untuk berinteraksi dengan anggota-anggota budaya lainnya yang juga memiliki pola-pola komunikasi serupa.

Sementara, bagaimana bila seseorang terlahir dan terenkulturasi dalam suatu budaya tertentu memasuki suatu budaya lain sebagai seorang imigran atau pengungsi untuk selamanya? Hal ini, tentunya imigran akan akan membangun suatu hidup baru dan menjadi anggota masyarakat pribumi. Kehidupannya secara fungsional akan tergantung pada masyarakat pribumi. Tidak mudah dalam memahami perilaku-perilaku kehidupan yang sering tak diharapkan dan tak diketahui. 

Sebagai anggota baru dalam budaya berbeda, tentunya harus menghadapi banyak aspek kehidupan yang asing. Asumsi ini tentunya budaya tersembunyi dan respons-respons yang telah terkondisikan menyebabkan banyak kesulitan kognitif, afektif, dan perilaku dalam penyesuaian diri dengan budaya yang baru. Seperti yang dikemukakan Schutz (1960:108), bahwa “bagi orang asing, pola budaya kelompok yang dimasukinya bukanlah merupakan tempat berteduh tapi merupakan suatu arena petualangan.

0 comments

Daily Journal

Recent Posts Widget
close