Dengan adanya kapasitas untuk mengarahkannya tentunya langkah yang berbeda, terhadap berbagai persoalan langkah yang preventif tidaklah cukup untuk menghentikan proses dominasi. Jika setiap intensi memuat tendensi untuk menguasai, lalu apakah ada ruang bagi tindakan etis itu sendiri.
Tindakan etis
yang mencerminkan makna transenden dengan memuat unsur melepaskan kekuasaan.
Sebuah tindakan etis bukanlah tindakan yang mendukung proses dominasi. Maka,
dalam hal ini sebuah persoalan sekadar sebuah kritis untuk mempertanyakan
motivasi dari sebuah tindakan, malainkan juga menjadi sebuah kesadaran reflektif.
Bagaimana
sebuah tindakan dan menerapkan sebuah kebijakan yang sebetulnya melakukan
proses emansipasi terhadap pihak lain. Dengan melihat kekuasaan yang ada di
masyarakat sangatlah sulit untuk ditemukan di tengah masyarakat yang
transaksional.
Sebuah
tindakn etis dan salah satu elemen penting untuk melakukan adalah dengan
bersikap kritis untuk bertanya terus menerus. Maka, apalah sebuah tindakan itu
sebuah moral ? orang yang bermoral justru beranggapan bahwa dia belum cukup
baik dalam melepaskan kekuasaan, ego, dan kepentingannya sendiri (intensi).
Dominasi yang
dapat diketahui akan terjadi ketika kita melakukan sebuah proses akumulasi
kekuasaan dengan memanfaatkan pihak lain sebagai sarana untuk mencapai agenda
pribadi, entah dengan menggunakan kekerasaan, kelembutan atau dengan memberikan
uang jajan seperti seorang sutradara yang ingin mengendalikan orang lain dalam
sebuah sandiwara sosial.
Contoh sebuah
sikap dan tindakan yang berpotensi untuk mendominasi, dengan adanya kesadaran
kritis secara konsisten untuk bisa diketahui dengan penting bahwa moralitas
yang autentik adalah kapasitas untuk melepaskan kekuasaan dan memberikannya
kepada kelompok yang lebih membutuhkan seperti kelompok marjinal, minoritas,
dan sang lain (The Other).
Maka,
pertanyaannya adalah bagaimana kita dapat mewujudkan sebuah tindakan yang
bermoral kalau kesadaran dan tindakan kita hanyalah produk dari kekuasaan.
0 comments