Berbagai hal yang menarik dari anak-anak muda katolik, ada suku daya, Jawa, Batak, Tionghoa di Kalimantan Barat. Orangtuannya berprofesi sebagai guru, jasa kesehatan birokrat, tukang kapal, yang itu tuh hasil dari pendidikan dan kesehatan partainya PDI Perjuangan Kalimantan Barat dan DKI Jakarta.
Sebut saja nama itu, orang-orang pasti paham itu gerombolan orang Batak, Malau (Yogyakarta), tukang ribut itu, dan Golkar, serta Demokrat nantinya berkoalisi. Paham mengenai ajaran agama, Islam, katolik dan Kristen Protestan.
Mereka itu ada yang satu sekolah, dan tidak hanya tempat ngajarnya
saja berbeda. Masih mudah sudah pandai membuat skenario seperti film ada apa
dengan cinta, yaitu dengan menggangu kehidupan orang, dimulai dari suatu hubungan,
tetapi tidak hanya itu saja ditempat tinggalku berada saat ini, ada marga
siregar dan silaban dan pak RT kebetulan sudah tobat belum, dengan jabatan RT nya itu,
mengenai persoalan konflik yang dibuat pada masa 2000an, ketika itu masih bocah.
Mereka itu dapat dikatakan sebagai pengajar tetapi memiliki moral
dan akhlak yang buruk, jadi di tampung deh oleh orang gereja katolik tempat
pendidikan itu, yah pastor, dan pendeta. Tidak muluk-muluk dari apa yang mereka
kerjakan sebagai anak muda. Memang jarang ngumpul, tetapi begitulah
orang-orangnya, simpatinya memang minim.
Dalam suatu interaksi di masyarakat, baik itu lingkungan ibadah,
sekolah dan di masyarakat mereka sudah merencanakan berbagai konflik sosial
yang dibuat mereka, pengalaman bergaul dengan mereka hendaknya menjadi bagian
dari kepentingan saja. Hal ini jelas, dengan konflik mereka buat kepada saya,
ketika bergaul dengan mereka itu.
Pada media sosial, memang jarang sekali untuk bisa berinteraksi
pada mereka, lebih baik menghindar jika tidak ada kepentingan politik. Pikir
mereka baik, oh tidak… Gereja mengajarkan seperti itu, tetapi dalam hal ini, mereka memasang topeng masing-masing dihadapan publik, dengan interaksi yang
mengsisikan prilaku dan karakteristik mereka, dari hasil penciptaan pendidikan
seksualitas, secara biologis. Nantinya, Batak Aritonang tapi (Bukan Profesi Polisi) akan
turut berpartisipasi menggangu atau tidak (?).
Bagaimana, mereka meraih profesi mereka saat ini tentunya dengan
hasil dari kecurangan dari setiap pendidikan Negeri dan Swasta di Kalimantan
Barat. Memang koalisi menjatuhkan lawan dengan aspek pendidikan dan kesehatan
memang baik sekali di Kalimantan Barat, bagaimana dengan Gubernur dan Pak
walikota itu.
Apa saja diciptakan disekolah telah dijelaskan di artikel terpisah
dengan membuat saksi dan menciptakan konflik di kelas dengan surat yang
tercatat untuk orangtua, kemudian beberapa tahun yang lalu ada oknum sendiri
yaitu keluarga sendiri membuat konflik dalam rumah, sehingga hal itu jelas
bahwa berbagai persoalan konflik terjadi memang diciptakan pada lingkungan Rumah Tangga misalnya di RT atau RW 003, Pontianak.
Suatu kerajaan akan runtuh itu dihadirkan oleh pihak ke tiga,
yaitu strategi beperang berevolusi pada politik, dan kepentingan orang Dayak dan Batak di Kalimantan Barat, siapakah
orang suku Batak dan Tionghoa itu, dengan profesinya saat ini. Dengan
membuat konflik tempat saya bekerja sebelumnya. Untuk mengantisipasi, maka
berbagai hal terkait itu untuk tidak menerima mereka terhadap profesi mereka
emban.
Konflik yang mereka ciptakan merupakan hasil dari pendidikan orang tua mereka terhadap anak mereka, guna mengakses sumber-sumber Negara, dan Swasta. Pada suku Dayak, Batak, Melayu dan Jawa, Tionghoa di Kalimantan Barat, hal ini jelas dengan teknologi yang mereka terapkan saat ini, baik itu laptop dan ponsel.
Pada gereja Katolik dan Kristen Protestan, Marga Silaban, Marpaung, dan Siregar tambah lagi marganya Hutabalian di MRPD dengan berlindung pada Ideology Pancasila,
merupakan hasil dari topeng yang perlu buka bagi masyarakat secara luas
dengan apa yang mereka perbuat.
Dimulai dari tokoh agama, tokoh adat, dan kepala pemerintahan Provinsi, Kabupaten dan Kota hal ini jelas mereka dari kalangan mana, dan kelas mana. Itu merupakan penghasil konflik yang baik, dalam menutupi berbagai persoalan buruk yang mereka lakukan.
Untuk menyembunyikan prilaku dan karakteristik mereka, hendaknya memahami dari pengetahuan medis yang mereka peroleh di tempat pendidikan mereka pada yaitu dengan konsep, konsumsi, stres, gila, prilaku menyimpang, ekonomi, budaya, filsafat dan kriminal dengan persoalan penghasilan yang minim. Maka, jelas konflik yang mereka ciptakan merupakan hasil selama pendidikan di Pontianak, Kalimantan Barat.
0 comments