Pontianak DPRD, Walikota & Gubernur Sutarmidji, Budaya Buas seksualitas - Tata Kelola Pemerintah ?

8/04/2021

Pontianak - pola kehidupan sosial, tidak berpendidikan tetapi hidup dengan pengetahuan yang digunakan untuk aksi kejahatan mereka pada budaya, kelas sosial, dan berkuasa, hal ini jelas terhadap pengetahuan yang diraih,  Sihombing, Silaban di Pontianak. 

Pada pola interaksi mereka dan mengatakan,  Ohya, kaget mendengarnya, "bpk. angkat Sutarmidji" dengan demikan dipahami siapa diri mereka pada tatanan sosial, dan bagaimana kehidupan mereka berdasarkan status sosial mereka di Kalimantan Barat, saat ini dan untuk meraih kelas sosial.

Suatu gambaran mengenai persoalan itu tampak, mempelajari bagaimana kehidupan sosial mereka berpindah-pindah melalui surat tugas dalam bekerja, dan berkejahatan menjadi dinamika sosial politik mereka sebagai perompak kapal, atau hanya drama kehidupan sosial, dan kepentingan politik.

Karena dengan latar belakang seorang perompak kapal, serta Kristen Protestan menjadikan mereka beragama dan biadab, dan berlanjut pada aspek kehidupan agama dari Islam menjadi (Protestan), karena kepentingan ekonomi politik dan budaya, pada aspek pendidikan.

Kehidupan sosial budaya mereka, tampak begitu kotor pada lingkungan mereka konsumsi dan beribadah dengan budaya yang mereka yakini sebagai (makan orang).  Di sadari dengan baik ketika nama Siregar menjadi peran dalam persoalan meminang pada presiden ke 7 RI, Jokowi, untuk dilestarikan lebih baik. 

Dengan memasukan instansi Negara dalam bentuk seperti itu, pemerintahan yang tingkat prestasi rendah. Bagaimana mereka hidup di masyarakat, serta menggunakan sistem budaya seksualitas dan ilmu kesehatan mereka di dalam rumah “sambil ngbrol” misalnya hasil dari budaya makan orang

Ternyata mereka memanfaatkan ilmu kesehatan dan kedokteran (Indonesia) dalam sistem tatanan sosial, dan ekonomi budaya mereka di masyarakat, tanpa rasa malu dan budaya malu, moralitas dan masih berlindung dibalik tembok gereja, selanjutnya pendidikan katolik (protestan) dan Islam di Lokal Indonesia.

Temuan itu menjadi praktik dari kejahatan menyimpang masa kini, yang berlangsung untuk mempertahankan keberlanjutan kehidupan mereka selain menjadi manusia biadab (Sihombing, Silaban Siregar, Marpaung). 

Bagaimana mereka menggunakan sistem ekonomi masyarakat, dan pendidikan dan kesehatan dengan semena-mena, Hutagalung di Sekolah Kristen Pontianak. Telah menjadi penemuaan untuk konflik sosial yang mereka buat dengan layak pada sistem pendidikan di Pontianak, jelas bagaimana mereka hidup dengan dinamika budaya politik mereka. 

Pada pendidikan dan kesehatan mereka tampak dengan apik pada profesi mereka yang hidup dengan strategi bertarung masyarakat suku Batak - Jawa, dan Dayak (hasil dari pembangunan manusia PDI Perjuangan dan Golkar pada masa itu 1980an dan rampasan, pajak dan konflik di pekerjaan serta konflik sosial dan kekerasan yang dibuat.

Suatu pandangan itu, menjadi kesimpulan untuk mereka memahami tatanan sosial mereka, dalam kehidupan berbangsa dan ber Negara "katanya" MRPD Pancasila. Dilema genetika, dari hasil seksualitas di rumah Silaban selama kehidupan sosial mereka di Pontianak - Jakarta menjadi buah bagi kaum mereka.

Catatan para suku itu, jelas bagaimana mereka menjerit dengan uang dihasilkan di masyarakat, dan pengetahuan dan ilmu kesehatan mereka pada sistem budaya meminang ("Tionghoa, Saya"). Dengan meminjam budaya lancang berkehidupan (Orang Batak, Indonesia).

Dapat dikatakan dengan baik, bagaimana kehidupan Jawa Marpaung itu menjadi begitu jelas mereka hidup di masyarakat, Rumah Tangga, dan pekerjaan seksualitas dilingkungannnya. Kehidupan sosial para suku akan berdampak pada kesehatan sosial mereka dari hasil status sosial, kelas sosial mereka miliki.

Tampak menyadari siapa diri mereka, pada berbagai aspek, budaya malu dari hasil konsumsi mereka di masyarakat, menjadi takjub dan mengerikan untuk kehidupan sosial budaya mereka saat ini.  Hingga berdampak pada moral dan etika anak-anak mereka, sebagai pendidik, dosen dan dokter, ingin berseksualitas, hingga merusak kehidupan, Sihombing (Silaban), Marpaung (Jawa). 

Konflik sosial, dan pengusiran orang Tionghoa, di Indonesia mereka, sejak Kolonial Belanda, Orde Baru, Reformasi, hingga masa Revolusi mental dan Industri. 

Perbuatan kekerasan mereka, tampak dihadapan publik orang Indonesia, begitu kasar dalam  bertutur kata, berbudaya, dan berpendidikan, Itu hasil genetika pembangunan manusia melalui alat kelamin mereka Batak Jawa (Silaban- Marpaung Orang Jawa) Indonesia, saat ini yang terjadi. 

Budaya malu hilang pada mereka, dengan perbuatan tersebut tiada hukum Indonesia, yang mencebloskan mereka di Penjara, kepolisian jelasnya, dengan membuat konflik sosial, seksualitas atau perbuatan asusila yang melanggar moral dan etika, hal ini bisa digantikan dengan uang. 

Bagaimana mereka hidup ditengah masyarakat saat ini, jelas sekali dengan pekerjaan mereka saat ini sebagai orang Indonesia, hukum Indonesia saat ini, memutarbalikan fakta dan keadilan. Saat ini pada masa pemerintahan Gubernur Kalimantan Barat Drs. Cornelis M.H. 

Dengan demikian perubahan sosial kini adalah mereka menghinakan diri dengan baik, guna mendapatkan akses ekonomi budaya, dan agama mereka, pada Partai PDI Perjuangan. Tidak mampu berinovasi dengan  baik dipahami dengan di berbagai Negara maju jelas dr. Nugroho (Jawa) drama politik dalam kehidupan budaya mereka, sebagai dokter, hasil dari seksualitas pembangunan manusia saat ini 2008-2017. 

Seperti film Hobbit (Batak, Silaban - Dayak, Raja para suku), jelas sekali mereka suatu gambaran umum dari hal ini, orang para suku Batak. Periksa kembali, bagaimana mereka memperoleh status dan pendidikan mereka saat ini.


0 comments

Daily Journal

Recent Posts Widget
close