Krisis Ekonomi Politik 1999 & Kehidupan Awal, Iman 1989 - 2008 Di Kota Pontianak

12/06/2021

Pontianak, berbagai gejolak politik,  Di tempat kelahiran saya 3 November menjadi awal dari kebertahanan saya - hingga saat ini  selama berkebangsaan Indonesia.  Dengan budaya dan politik yang begitu bringas. 

Pada masyarakat suku Batak, merupakan hasil dari pembangunan Pontianak, di Indonesia pada masa 1990an – 2002 berlangsung, menjadi awal dari penguatan iman oleh Uskup Agung di Pontianak ketika itu.

Sejak tahun 1990an yang berlangsung dengan adanya persoalan konflik sosial (etnik), muncul suatu dinamika kehidupan saya dengan pasokan makanan yang di rencanakan oleh pemerintah selama itu di Pontianak. 

Dalam beberapa dekade itu muncul dengan adanya politik kota dipimpin oleh berbagai kalangan yang memang berada pada kondisi sosial budaya dan ekonomi serta konflik etnik Dayak - Madura 1998 - 1999 selama di Pontianak,  Kalimantan Barat.

Memungkinkan dampak terhadap persoalan urbansiasi di Jakarta terjadi, pada tahun 1990an itu berlangsung dengan politik ekonomi yang memang penuh dengan persoalan manusia, begitu juga terhadap pendidikan dan kesehatan di Kota Pontianak - Jakarta.

Dengan kepatuhan yang dimiliki hendaknya dipahami dengan baik, adanya persoalan politik yang memiliki dampak terhadap persoalan manusia, sejak 90an dengan adanya politik identitas sebagai sistem politik kota awalnya, menjadi pembelajaran yang menarik selama saya disini (Pontianak).

Pembangunan ekonomi sosial, dan  naik turun dengan hasil krisis ekonomi 1990an yang berdampak pada pembangunan manusia. Hendaknya dipahami bagaimana sistem budaya politik muncul kembali pada tahun 2008 - 17 di Kalimantan Barat.

Berbagai kebudayaan yang menyangkut adanya sistem pembangunan manusia yang berdampak pada sistem birokrasi yang lekat pada masa Orde Baru, menjelaskan hal ini dengan awal dari kehidupan dan politik di masyarakat Pontianak, Kalimantan Barat ketika itu.

Setelah menyelesaikan sekolah dengan hasil yang buruk - tidak naik kelas SD, tentunya dengan adanya sistem perubahan yang berdampak pada pembangunan dan pendidikan dalam menekan kekuasaan birokrasi, dan ekonomi Barat hendaknya di pahami baik, adanya agama dan budaya hal ini yang melekat pada pembangunan lokal ketika itu.

Tidak ada memori yang baik selama berada di Kalimantan Barat, tepatnya di Kota Pontianak, tentunya dengan pertemanan tidak bersahabat, dan berbagai kepentingan ekonomi politik, serta kebijakan upah yang rendah mulai meningkat pada tahun 2008 – 21 terutama pada orang Tionghoa (hulu - hilir) Batak - Jawa dan Dayak serta Melayu (orang) ketika itu.

Berlanjut di media sosial interaksi dan tentunya sering berada pada jalur tidak baik, dan menyimpang Pontianak – Jakarta jelas pada petugas partai Kota Pontianak - Provinsi PDI Perjuangan yang biadab itu hasil dari partai pengusung.

Hal ini memutuskan interaksi saya untuk berkata bahwa orang Indonesia dan Kalimantan Barat dahulu dihasilkan dari pembangunan ekonomi Barat dan Rakyat di Jakarta, menjadi awal dari sistem ekonomi pembangunan,  dan pajak dimulai. 

Sebagai bagian dari kehidupan masyarakat Jakarta – Jawa dan Pontianak, dan perjuangan kelas sosial yang brutal, termasuk seksualitas, serta agama Islam - Katolik - Kristen Protestan (Indonesia), Budha terutama berkaitan dengan Tionghoa Hakka.

Sejak itu, berbagai aktivitas pendidikan, dan kesehatan sangat baik dikaji kembali terhadap prinsip iman, dan kelayakan mereka dalam setiap pekerjaan dan doa mereka sebagai manusia berbudaya dan agama di Lokal - Indonesia, baik itu secara pribadi saya sendiri.

Bagaimana Ekonomi Politik DKI 1998 - 1999?

Pada awal setelah selesai lulus sekolah, tentunya bingung untuk kembali lanjut pada Perguruan Tinggi, dan Universitas di Untan tahun 2008. Ketika itu, pernah mendaftar tetapi tidak lolos, ha..ha..ha… di Pontianak. 

Tidak lama, lebih baik kerja dulu deh, ntah itu sebagai marketing, atau urus toko orang hasil numpang hidup masyarakat Tionghoa Pontianak, dan seksualitas beragama (anak sekolah, dan ngojek pernah dialami (Mio Sporty). Karakteristik Batak - Tionghoa Hakka - Dayak - Jawa (orang), kelas sosial rendahan disini, itu perlakuannya selama disini.

Tidak jauh – jauh dari lingkungan kampus – dan gereja Keuskupan Agung Pontianak, sambil memahami budaya organisasi di Pontianak, sangat menarik sekali, tetapi berbagai kondisi dan kegiatan apa yang terselenggara ketika itu tentunya saya lebih baik diam, itu saja.

Di kampus bisnis saya mencoba masuk di (bisnis inggris & Manajemen), di Pontianak tetapi hingga saat ini belum selesai ruangan kecil sekali di SD suster apa motifnya dalam sistem kesehatan yang diterapkan.  

Hingga saat ini masih belum di tuntaskan karena masih banyak pekerjaan, termasuk riset, organisasi pemuda Katolik, Kerja, dan Kampus, kebetulan ketika itu ngampus malam. Balik tidak jauh malam hari ketika itu, itu pun jika tidak ada kegiatan di gereja KAP.

Yang menarik adalah, ketika itu pada tahun 2009 – 2010 lagi sibuknya riset, tentunya dengan kapasitas pengalaman, dan pengetahuan yang sebelumnya dipahami ketika dibangku sekolah, dan kampus sebagai bobot untuk berpengetahuan lebih baik, pada politik ekonomi kota Pontianak.

Tetapi keasikan riset dengan, peneliti kompas (Assisten 2x), Elsam (Kontributor), dan Pontianak Institute, Orang Indonesia. tidak lama setelah itu masuk pada media seperti Tempo (Cegah Deforestasi Hutan Untuk Indonesia Sehat, Januari 2021), dan Jawa Pos termasuk keterlibatan dalam hal olahraga seperti sepeda, dan basket Surabaya - Jakarta, dan Pontianak, bersama kolega. 

Di lanjutkan dengan aktivitas lainnya, kebetulan di Jakarta ada kolega atau siapa itu, masuk dalam jajaran parlemen, dan MPR RI, dan kementerian pada Kabinet kerja, Himpunan Pengusaha di Indonesia, hingga saat ini pada masa pemerintahan Revolusi Mental dan industry, menjadi undangan tersendiri ketika itu (tidak hadir).

Keluarga, mengisi posisi penting di DKI Jakarta, termasuk saya mengabari di paman sam, seorang pelatih dan juga prof, dan dokter sebagai ahli kesuburan dan gigi diberbagai Negara bagian di Eropa, dan Amerika Serikat - Brazil, dan Jepang untuk dukungan pada  pendidikan saya, termasuk di Indonesia, kebetulan bule - bule.

Hidup sebagai WNA dan imigran sebelumnya, dengan situasi ekonomi politik, tidak menentu dalam sistem Demokrasi di Indonesia, apalagi saya dan keluarga seorang Tionghoa Hokkien - Kanton (Jakarta) kalau dipanggil teman-teman itu "Cik" ha...ha....ha, dan bertemu Ibu asal PTS, Kapuas Hulu Tionghoa Hakka (Bong) di Kalimantan Barat, dan tinggal di Pontianak. 

Hal yang menarik tentunya menarik saya untuk memilih kampus yang memiliki kredibilitas yang baik, dan sesuai dengan style tetapi baik sekali lingkungannya. Tidak lupa juga saya menanyakan lingkungan pergaulan, dan kerja baik tentunya, begitu juga iklim pertemanan, komunikasi yang baik adalah facebook, dan media sosial, termasuk IG tentunya, inovasi buatan Amerika Serikat.

Teman - teman di Jakarta, tentunya akan setuju dengan persoalan saya, dan berbagai kekurangan saya secara baik. Tidak lupa juga, hal ini menguatkan saya untuk kembali belajar bahasa di RI, termasuk di Indonesia, melalui buku Indonesia tentunya.

Dari kecil saya sudah di pastikan untuk berbahasa lain, termasuk bahasa Ibu (Hakka) 1945 - 1960an. Ibadah merupakan kerja rutin saya setiap saat ini, dimanapun saya berada, minimal ada di Goa Maria. Tingkat kedisplinan menjadi penting dalam melihat berbagai aktivitas saya sebagai manusia yang perlu belajar kembali.

 


0 comments

Daily Journal

Recent Posts Widget
close