Kehidupan suku orang batak silaban (perompak kapal) terhadap aspek ekonomi budaya di Pontianak, pada masa 1980an – 21 berlanjut menjadi catatan terhadap kebiadaban keberadaan mereka selama di Pontianak, Kalimantan Barat.
Apa yang menjadi kontibusi mereka selama hidup politik, yaitu “seksualitas“ penyakit bagi masyarakat, yang hendak diketahui dengan kehidupan berpindah – pindah dengan pekerjaan, dan kehidupan sosial mereka sebagai budaya di lokal Pontianak.
Mimpi, menjadi bagian dari kehidupan sosial mereka terhadap kelas
sosial yang mereka terima di masyarakat, dengan identitas budaya mereka sebagai
manusia. Kehidupan awal, yang brutal, dan dengan pendidikan rendah, guna untuk
bertani di pulau Jawa dan Sumatera, menjelaskan perjalanan itu selama di
Pontianak itu saja.
Kedatangan mereka hidup di tengah masyarakat, dan perubahan ilmu
pendidikan kesehatan yang menyimpang, terhadap budaya Batak - Dayak (makan orang),
sesungguhnya terjadi pada tahun 1930an di pedesaan Serukam, Kalimantan Barat.
Perjuangan kelas sosial, dan berbagai hal terkait dengan kehidupan budaya, menjadi alasan bagaimana mereka hidup dengan penyimpangan ilmu pengetahuan dan kedokteran, tentunya tidak lepas dari campur tangan berbagai perguruan Tinggi, dan Universitas di Pontianak dan Tionghoa, dan numpang hidup, sebagai kelas sosial rendah sebelumnya.
Hal ini misalnya "berani ingin menyetuh saya bahkan menyentuh", hanya persoalan mengenai aspek kehidupan sosial mempengaruhi mereka, terutama pada moralitas yang masih rendah dan lingkungan yang membentuk dalam suatu budaya lokal, Indonesia, hilang pada alat vitalitasnya secara paksa Marpaung - Sihombing.
Kesehatan sosial, secara medis menjadi awal bagaimana mereka hidup
dengan aspek kehidupan sosial mereka secara visual tergambarkan dengan jelas.
Kepentingan ekonomi (Tionghoa) dan transportasi tidak memiliki malu pula hidup di Indonesia, dan numpang makan di berbagai Negara bahkan di Indonesia, dan bermimpi untuk masuk pada sistem kelas sosial dan identitas keluarga juga
dilakukan, Sihombing.
Akal sehat dan kelas sosial, serta berbagai ekonomi politik dan pajak masyarakat, sebelumnya menjadi awal bagaimana mereka hidup dan berprilaku sesuai karakteristik mereka
pada kelas sosial di Indonesia, merupakan bagian dari kehidupan masyarakat yang
memprihatinkan.
Orang Batak disini, memang tidak jauh dari persoalan seksualitas terjadi, pada orang Tionghoa
Khek – Tiochu dan orang Dayak, hasil dari ekonomi, politik dan
pendidikan serta Demokrasi di Pontianak, tidak juga berbeda dari partai PDI
Perjuangan, dapil Kalimantan Barat Cornelis MH dan Sutarmidji MH.
Tidak mengurang rasa hormat dan rasa malu mereka terhadap ekonomi budaya mereka terima, dan dapatkan sebelumnya, menjadi awal dari pembangunan Pontianak,
pada masa 1800an – 2021, menjadi bagian dari catatan sejarah tersendiri,
terhadap kebrutalan seksualitas mereka secara individu, kelompok, dan etnik di
Kalimantan barat.
Hal ini menjelaskan bahwa, kualitas sumber daya manusia yang
menyimpang pada ilmu pengetahuan, menjelaskan berbagai hal tentang manusia,
dan budaya mereka secara nyata, pada tembok agama, baik itu agama Islam –
Protestan (HKBP), dan katolik yang merupakan hasil dari seksualitas masyarakat
di Kalimantan – Jawa – Sumatera.
0 comments