Ideologi - Moralitas, Ekonomi Sosial Di Keuskupan Agung

10/23/2022

Pontianak  - politik birokrasi dan  moralitas sosial ekonomi diketahui dengan aspek hidup masyarakat pedesaan, biasanya hasil dari pribumi dan masyarakat Tionghoa Hakka - Dayak dan kelas sosial menegah yang berbeda dengan manusia lainnya. Kebuasan seksualitas adalah binatang terhadap dirinya.

Dayak - budaya dan agama tidak lagi menjadi pendoman hidup mereka jika di pedesaan, begitu menjijikan dampak  pada budaya ekonomi, dan moralitas orang Tionghoa. Biasanya pada kelas sosial kebawah. 

Apalagi bukan siapa – siapa dalam kehidupan mereka, tetapi dengan berani ingin menyetuh "saya" pada pengetahuan filsafat kebijaksanan agama masih rendah. Tionghoa – pedesaan, moralitas seperti ekonomi mereka terima. 

Begitu juga pengetahuan agama – nilai – nilai, dan budaya. Tampak pada masyarakat Tionghoa – Jawa pada kelas sosial rendah di Keuskupan Agung Pontianak, dan sistem pengumpulan harta. Masa pengumpulan hasil hutan pada masa Belanda. 

Dan diteruskan pada pengetahuan maka lengkap pada pengumpulan harta itu fasenya pada Tionghoa Hakka – Dayak di Kalimantan. Cara sederhana, masuk sekolah berkelas, terus dekatin bahkan bila perlu asimilasi budaya – kawin.

Sistem politik, moralitas ekonomi dan sosial, bukan siapa – siapa misalnya “lancang untuk berbicara kepada saya” dan mau dikasihani, dan moralitas ekonomi, berdasarkan belas kasih Allah. Tidak bekerja, menganggap diri mereka suci, padahal buas dalam diketahui pada pembangunan kota Pontianak berasal.

Budaya spritualitas, begitu menjijikan terhadap pengumpulan harta, bukan pengetahuan lagi saat ini.  Biasanya ada disekolah Katolik seperti santo petrus (musuh) – Sihombing – SMU 1. dan menggunakan teknologi, dan transportasi, hasil hutang dan para nasabah di bank, tanpa moral ekonomi, Tepatnya paroki MRPD Pancasila (ideology) - katedral Pontianak.

Indonesia, begitu juga kesehatan, dan hasil kehidupan seksualitas mereka yang biadab. Berharap untuk naik kelas sosial, maka hidup dengan fasilitas, dan pelayanan yang rendah. Tanpa memiliki malu – (Lai) - inovasi - teknologi, diterima. 

Tahun 1980an – 2011, apalagi untuk makan dan minum, seperti bea cukai. Tuhan mengajarkan untuk mengasihani mereka para Jawa - Dayak - Tionghoa Hakka disitu.  Dengan Sistem ekonomi diterima dan memperlakukan saya tentunya. 

Tanpa memiliki malu terhadap budaya Tionghoa Indonesia, dan ekonomi pribumi disini dari hasil biologis atau mereka terapkan, Sejarah masa lalu mereka terhadap agama katolik di Indonesia, menjadi awal dari bangsa di Indonesia terhadap karakteristik masyarakat di Indonesia.

Moralitas tidak ada, pada tahun 2008 orang tidak memiliki malu, terutama orang tua mereka Kab. Landak - Pontianak, masa Gubernur Cornelis MH - demokrasi, Kalbar - menjelaskan bagaimana sistem ekonomi, hasil hutan, infrastruktur, dan perkantoran untuk bekerja. 

Menjelaskan hal tersebut pedesaan pada urbanisasi ekonomi, dan Jakarta. Itu sama saja tidak artinya Tokoh agama – Filsafat suatu pemahaman agama, ketika itu, 1999. Pemerasan dan perbudakaan, pelecehan  telah menjadi akal bagi setiap orang tua mereka. 

Bahkan berbagai hal terkait ekonomi budaya pada masayarakat Tionghoa Hakka - Dayak - Jawa hilir pada kelas sosial, menegah awalnya. Pola strategi terjadi kolektif, secara khusus.


0 comments

Daily Journal

Recent Posts Widget
close