Politik sekiranya diketahui kekerasan politik dan agama katolik - non muncul dengan adanya campur tangan pada sistem demokrasi dan paham ideologi bermula. Hal ini mempengaruhi ekonomi, sosial dan budaya. Maka, hal ini penting dalam melihat berbagai persoalan terkait moralitas dan konflik terjadi di masyarakat adat pada tahun 1998.
Kekerasan agama akan muncul pada kehidupan miskin masyarakat adat,
dikarenakan tidak adanya pekerjaan yang ada pada mereka sebagai kaum pribumi di
Indonesia. Hal ini tentunya berkaitan dengan kelas sosial, dan politik
identitas yang terjadi hingga saat ini.
Maka, dengan adanya budaya politik akan muncul dengan dinamika
budaya akan tampak pada sosial politik yang kiranya memiliki peran serta dalam
sistem demokrasi di Indonesia, atau secara khusus di Pontianak hingga saat ini.
Resistensi hanya akan dilakukan sejumlah intelektualitas yang
berkaitan dengan dinamika budaya politik yang berlangsung hingga saat ini
berdasarkan keputusan dan kekerasan agama
Protestan dan katolik di Pontianak berawal. Hal ini meliputi masyarakat
adat suku Batak - Dayak – Tionghoa, dan Melayu.
Kemiskinan kota Pontianak, akan meliputi berbagai sistem
pendidikan, spritualitas, dan pengetahuan yang memiliki nilait yang rendah di
masyarakat hingga saat ini. Maka, dengan demikian, berbagai hal terkait konflik
etnik di masa lalu adalah ketika kekayaan masyarakat adat Dayak – Tionghoa
ingin menguasai.
Dengan begitu berbagai hal terkait moralitas baik untuk menyatakan
bahwa mereka sebagai orang tua tidak berguna dalam rumah tangga, dapat
diketahui pekerjaan mereka sebagai Politik PDI Perjuangan, Golkat, PPP, Demokrat, sebagai anggota
parta politik.
Konflik etnik dan migrasi muncul dikalangan masyarakatr Tionghoa,
dan seksualitas yang rendah dan kelas sosial hidup mereka pada masa kejayaan
partai Golkar pada tahun 1990an – reformasi di Jakarta. Maka, ditandai dengan
adanya demokrasi yang masih muda, hingga masa revolusi mental saat ini.
Ketika penting, kekerasan agama, sekolah dan rumah tangga terjadi, hukum akan menjerat mereka selama hidup sebagai anggota partai politik, yang dibentuk pada gereja, ekonomi dan politik di Indonesia, yang meliputi hasil hutan, dan laut.
Kekejama dan Kebuasan serta
ingin berkuasa pada sistem keagamaan memungkinkan
kebiadaban hidup mereka sebagai Orang Tionghoa Indonesia – Pribumi hasil seksualitas
budaya, masyarakat Indonesia. Serta dinamika hukum dan medis, yang sengaja direncanakan orang agamis seperti imam (ordo) - Sumatera hingga saat ini.
0 comments