Jakarta, tahun 1967 perpindahan penduduk atau urbanisiasi
terjadi di Jakarta, namun kehidupan budaya masyarakat Tionghoa Hakka - Orang Dayak di
Pontianak. Sementara, bisnis sering terjadi berbagai masalah seperti upah pekerja,
konflik yang dipesan oleh orang Tionghoa Hakka di sini, dan kemiskinan yang
direncanakan.
Ketika urbanisasi terjadi, masyarakat Tionghoa Hakka, untuk
kaya adalah dengan bekerja di Ibukota Jakarta, dan kejahatan yang dilakukan di
Pontianak, dirumah militer djan pada tahun 2002 di Pontianak. Dan bekerja dengan
konflik yang terjadi, oleh masyarakat adat Dayak.
Kemiskinan kota Pontianak, orang Tionghoa telah menjadi
alasan migrasi terjadi disejumlah wilayah seperti di Pulau Jawa. Tidak hanya
itu saja, migrasi di Negara kaya terjadi, dengan hasil seksualitas dan
kemiskinan hidup dalam setiap pekerjaan disini.
Bagi yang berharap akan mendapatkan kehidupan yang lebih
baik, ketika kejahatan dan konflik yang sering terjadi, dilakukan orang
Tionghoa Hakka, terhadap djan dan bong (orang) merupakan hasil dari setiap
pekerjaan rendah disampaikan, oleh marga Lai notaris di Pontianak.
Dari hasil perkumpulan, dan berkedok agamma katolik, seolah miliknya sendiri tanpa malu pula. Hasil yang disampaikan dengan baik, berbagai kehidupan masyarakat Jawa, dan intrik kotor hidup di masyarakat Tionghoa Hakka – Sihombing 2011.
(djan), sering terjadi seorang kriminalitas di
Kepolisian tidak terlapor di Pontianak. Melalui tindakan perampasan, kata atau keinginan ingin membunuh, dan lainnya di RT 003 serta perampasan terjadi. Itida adalah individualitas dan jahat manusia, tanpa disadari.
Ini menjelaskan berbagai hal terkait dengan konflik etnik,
dan budaya seksualitas yang memaksa oleh orang tua Marpaung (orang), yang tidak
memiliki pendidikan dan kelas sosial biasa dari kalangan biasa. Hal ini
berdampak pada pendidikan katolik saat ini mereka bekerja, dan kolektif
menyerang seperti mereka hidup di Pontianak, tak punya malu.
Bekerja, sebagai petugas partai, dan tanpa malu untuk jatuh
cinta dan cinta pada orang yang memiliki kelas sosial, dan ekonomi yang
menjelaskan berbagai hidup buruh kapal sebelumnya. Maka, jelas bagaimana hidup
sosial budaya dan agama katolik dan Protestan yang tidak punya malu, baik
sebagai orang tua dja (Tionghoa Hakka) di Pontianak.
Hal ini tidak segan – segan dilakukan oleh sejumlah orang
Dayak, dalam hal ini disetiap pekerjaan hidup di masyarakat tanpa terkecuali,
dengan jelas kebudayaan sosial budaya dan agama katolik hidup saat ini. Moralitas
dan etika tidak juga.
Tetapi memang kelakukan hidup orang biasa, dan kaya juga
tidak tetapi miskin dikarenakan terlalu banyak berbicara dan melanggar hukum,
serta kekerasan di paroki dan Keuskupan Agung Pontianak. Hal ini menjelaskan
berbagai hal terkait dengan budaya sosial, dan ketidaksenangan orang Tionghoa Hakka,
dan budaya sosial di masyarakat hingga saat ini, Pontianak.
Dinamika sosial, berubah dengan baik sesuai dengan
kebudayaan lokal yang lekat pada kebudayaan masyarakat setempat, meliputi orang
Dayak, Orang Melayu dan seksualitas yang meliputi berbagai hal terkait dengan
konflik di masa lalu tepatnta pada tahun 1998 – 1999 berlanjut pada peristiwa Madura - Dayak dan Ambon.
Keinginan dalam rencana kejahatan dalam suatu rentang waktu terjadi, dengan koflik kekerasan yang dibuat oleh djan dan orang Ambon itu dalam rumah tangga, sering terjadi, baik materi dan tidak. Hal ini disadari.
Kehidupan orang (djan airuni) sebagai orang Tionghoa pada kejahatan dalam rumah tangga terjadi, berbagai data telah disampaikan dengan baik, sesuai karakteristiknya dan kebuasaan dan kekejaman dari bahasa.
0 comments