Indonesia, pada tahun 1960an kehidupan seksualitas kota yang mencakup orang Tionghoa sangat mempengaruhi ekonomi politik yang berasal dari aspek penting dalam kebutuhan masyarakat adat miskin. Dengan didorongnya berbagai hal terkait dengan tuntutan modernisasi dan gaya hidup telah menaruh masing – masing keluarga memilih diantara, budaya Timur, Barat dan Cina.
Miskin ekonomi Tionghoa menjelaskan berbagai hal terkait
spritualitas, pola hidup, dan budaya di masa lalu hidupnya. Maka, ketika
ekonomi dratis turun seringkali hal ini menjadi pemicu adalah jual - beli
seksualitas merupakan kehidupan yang buruk di masa lalu atau perkawinan yang
diterapkan melalui jodoh untuk memperoleh nilai mata uang yang lebih baik.
Hal ini, katanya dapat mengurangi masalah krisis ekonomi di keluarga pada
tahun 1980an - 1999, Jakarta atau mengada – ada karena hidup miskin di masa lalu telah
sesuai dengan prinsip hidup yang menjelaskan berbagai hal terkait moralitas
seksualitas dan masalah hidup yang memang berasal dari keinginan terhadap
kekayaan dan kesehatan.
Masing – masing diketahui dengan jelas dalam hal berbagai masalah
seksualitas dalam hidup mereka. Seringkali, ketidaksenangan ekonomi politik
menjelaskan berbagai tantangan gereja katolik dalam melihat umat kristiani di
pedesaan.
Pola hidup dan ketidakhormatan terhadap nilai – nilai budaya lokal
masyarakat adat, seringkali menjadi cemooh bagi orang kaya terutama Tionghoa
dalam bersikap. Maka, jelas ketika diketahui mulut busuk dengan istilah yang
menarik terhadap kehidupan realitas orang Tionghoa - pribumi saat ini.
Ketika hal ini muncul dengan adanya krisis ekonomi – Covid19 di tahun (2019 - 2024 -), maka realitas hidup miskin untuk diam – diam mengumpulkan hasil kekayaannya dengan baik sesuai dengan kebijakan hidup yang sesuai dengan realitas hidup saat ini pada kaum pribumi.
Maka, seringkali hal ini dipicu dari ketidaksenangan kaum Tionghoa Indonesia terhadap birokrasi demikian terjadi sesuai dengan kepentingan politik dan moralitas. Pontianak, hal ini terjadi terutama dalam hidup maka beralih pada bidang kesehatan.
Masyarakat Tionghoa yang berasal dari hidup keluh kesah dalam setiap hidup yang menimpanya. Pembelajaran dalam hidup miskin terjadi disejumlah Negara maka migrasi yang kini tidak menjadi baik terhadap kehidupan di keluarga.
Rasa malu, Jawa terhadap status sosial keluarga dan kelas sosial
berdasarkan kehidupan sosial, dengan siapa Ia harus bercinta dan menjalin
hubungan seksualitas dipicu dengan dengan adanya untuk tidak melakukan seksualitas,
bekas Negara jajahan Inggris seperti misionaris, dari Spanyol dan Malaysia menerapkan hukum agama seperti itu melalui agama katolik – Kristen di Indonesia.
Realitas hidup menjadi baik sesuai dengan aspek penting dalam
setiap moralitas kehidupan sosial budaya, dan agama kristiani - non tidak begitu baik
ketika penyembahan berhala atau menduakan Tuhan sebagai bagian dari aspek
penting dalam menjalankan roda ekonomi dan seksualitas, demikian Romo David melalui misi pelayanannya Untuk Indonesia - Malaysia.
Ketidaksenangan hidup kaum Tionghoa – pribumi berlangsung sesuai
dengan aspek penting dalam hidup sekualitas. Maka, dijelaskan pada tahun (2017 –) hingga sekarang
ahli teologi menjelaskan moralitas seksualitas dalam kepercayaan agama katolik - kristiani di gereja - gereja melalui misi pelayanan.
Seringkali dipicu sesuai dengan hidup dan kebutuhan agama yang dijalankan sesuai dengan realitas dan kemiskinan hidup suatu Negara, dan kebusukan hati mereka yang tidak mengampuni menjelaskan hal itu terkait isu seksualitas untuk mencintai musuh. Cara seperti itu pun sangat kotor, karena hidup sebagai mantan kriminal, dan miskin setelah hidup makan kenyang, dengan memeras, terjadi pada karakteristik kelas sosial.
Berbeda, dengan pekerjaan kaum Tionghoa - Dayak - Jawa terutama politik seksualitas, dan keluarganya ini terutama yang menyebar di wilayah Kabupaten, Sintang, Pontianak, dan Singkawang dan perbatasan. Itulah kehidupan miskin hidupnya, dengan rasa malu terutama dihadapan hukum dan seksualitas.
0 comments