Sistem Seksualitas, Orang Jawa – Batak Pada Politik Ekonomi Kota Pontianak - Jakarta 2008

1/03/2022

Memahami masyarakat kota, akan di ketahui dengan adanya seksualitas, dimana kontribusi masyarakat kota dalam hal ini adanya “tahu seksualitas untuk datang urbanisasi” Hal ini menjelaskan adanya, sistem dinamika budaya di masyarakat lokal, pada budaya seksualitas dan mata pencahariaan 2008 – 2018, di Pontianak, Kalimantan Barat.

Hal ini menjelaskan pembangunan manusia di Kota Pontianak, berdasarkan hasil seksualitas Sihombing – Marpaung di Pontianak, dengan berbagai hal terhadap kelas sosial mereka, dan situasi kelas sosial, yang menyimpang dan hilang akan budaya malu (peler) mereka sebagai orang lokal, Indonesia.

Menjelaskan berbagai pekerjaan mereka terhadap aspek kehidupan sosial, budaya dan agama yang menjelaskan persoalan terhadap dinamika budaya yang berperan dalam sistem budaya politik budaya, pada masa pemerintahan Sutarmidji M.H.

Berbagai program yang direncanakan dalam hal ini, baik di ketahui dengan kelas sosial, yaitu perjuangan kelas, dan metode kebringasan suku lokal di Indonesia, yaitu Batak (makan orang). Menjelaskan berbagai aspek medis, dengan seksualitas masyarakat Jawa, pada kalangan wong cilik.

Untuk naik pada masa itu, jelas bagaimana perebutan kekuasaan, kelas sosial, dan lainnya dalam hal ini dipahami dengan menyimpang terhadap pembangunan manusia di Kalimantan Barat, jelas terjadi hasil dari seksualitas yang dihasilkan. 

Dengan berbagai kajian medis yang menyimpang, istilah kata numpang hidup di perkotaan pada masyarakat Tionghoa (hukum)  - Batak - Jawa, hasil perjuangan kelas sosial, berlindung pada kecurangan hukum di Indonesia, sebagai makan orang, 1930an - 2008.

Nalar, dalam hal ini tidak dapat di temukan, tetapi konflik seksualitas sengaja di ciptakan, bahkan atau direncanakan oleh petugas partai politik PDI Perjuangan, dan persekolahan Gembala Baik, menjelaskan hal ini di Pontianak, Kalimantan Barat.

Kepentingan politik, pekerjaan, dan perjuangan kelas, telah menjadi drama kehidupan karena kedua orang tua, tidak mampu menyekolahkan, bahkan menggunakan agama Katolik – Protestan terhadap injil dalam kitab, semasa berpindah agama.

Berbagai konflik sosial, dimulai dengan adanya kepentingan masyarakat secara umum, dimulai di tempat publik terutama warung kopi, orang Tionghoa – Dayak yang memiliki kepentingan setiap kawasan dan politik kota, juga menjadi brutal di masyarakat, termasuk pada pendidikan di lokal, Kalimantan Barat, begitu bobrok dan hilang kualitas sebagai manusia atau binatang (Sihombing, Silaban dan Lai).

Bagaimana mereka hidup di tembok agama, dan kepentingan ekonomi serta medis pada agama  Katolik – Protestan - Islam di Indonesia, sebagai orang Lokal di Kalimantan Barat, hingga saat ini, prilaku dan karakteristik menjijikan, pada kawasan perkotaan - pedesaan, guna mengundang simpati sebagai binatang.


0 comments

Daily Journal

Recent Posts Widget
close