Moralitas dan agama melekat pada kondisi ekonomi budaya yang ada di Pontianak, moral dan etika hilang menjadi budaya kemaluan mereka sebagai orang Indonesia, tidak lekat pada budaya Tionghoa dikarenakan ekonomi yang menjanjikan di masyarakat.
Pada tahun 2000 ketika krisis ekonomi berlangsung dan toke – toke menutup
pertokoan, dan pajak tentunya yang menjadi perlawanan adalah orang Batak di
Jakarta dan Pontianak. Hal ini menegaskan bahwa karakteristik orang malas, semantara agama dan budaya berbeda hingga numpang di persekolahan gembala baik, dengan bermodal pendidikan
di sandangnya di Pontianak, akan menarik dibahas ketika berbeda di Jawa, Sihombing.
Berbagai hal terkait budaya makan orang menjelaskan bagaimana
ekonomi politik masyarakat Tionghoa terbentuk dan didasari dari budaya mereka
sebagai masyarakat lokal di Indonesia, hasil dari ekonomi para toke di
Pontianak.
Peradaban manusia dan berlindungnya mereka di tembok agama dan kesehatan
medis di lokal, Indonesia secara psikologis, dan hukum di Indonesia menjelaskan
berbagai persoalan seksualitas, budaya dan agama mereka selama hidup di
Pontianak – Jakarta, efek jera apa yang bisa disampaikan dalam persoalan sosial disini.
Hal ini menjelaskan bahwa berbagai tempat di perkotaan tidak lekat
pada kebrutalan hidup masyarakat Tionghoa yang tinggal di Pontianak tepatnya.
Pada saat itu juga, berbagai aspek kehidupan sosial budaya tidak lekat pada kepentingan
ekonomi, sumber daya manusia yang bobrok, bodoh dan hasil perjumpaan agama
Protestan dan Katolik di Pontianak yang begitu menjijikan itu.
Menjelaskan berbagai aspek ekonomi perkotaan, kekerasan, konflik
sosial, dan etnik yang menimbulkan berbagai ragam budaya, dan pendidikan yang
begitu berbeda dengan mereka sebagai binatang yang hidup di perkotaan.
Pada tahun 2011 berlangung ketika selesai ekonomi global, dapat
di ketahui bagaimana mereka hidup pada sistem pendidikan di sekolah,
Universitas, dan konflik yang direncanakan dengan rasa ketidaksenangan orang
jawa – Dayak – Batak – Tionghoa disini, menjelaskan dengan apik, bagaimana
mereka hidup dan tinggal di masyarakat hingga saat ini.
Suatu kesadaran penuh terhadap mereka yang hidup di pedesaan,
dengan berbagai sistem politik dan budaya telah menjelaskan bagaimana mereka
terbentuk dalam suatu perkampungan, dan ekonomi budaya yang dilangsungkan
begitu alamiah, dan tidaknya binatang itu tumbuh pada budaya dan agama mereka
hingga saat ini.
Filsafat dalam menjelaskan agama dan moralitas mereka terhadap
berbagai pandangan, karakteristik dan lainnya setidaknya menjadi baik ketika
perubahan sistem ekonomi politik, menjadi dasar dari suatu kemandirian, dan
kreatifitas mereka selama melangsungkan tatanan ekonomi lokal.
Batasan ekonomi perkotaan menjadi penting dalam melihat urbansiasi
ekonomi seksualitas yang tercipta berdasarkan agama dan budaya dalam hal ini.
0 comments