Urbanisasi Ekonomi, Konflik Dan Politik Sosial Masyarakat Adat Batak - Tionghoa 2003 - 2008

3/03/2022

Urbanisasi ekonomi sosial akan di bahas mengenai keberadaann masyarakat adat Batak, berdasarkan ekonomi, kontribusi serta kehidupan sosial yang ada di masyarakat secara khusus dan umum. Hal ini tentunya pada masyarakat menegah kebawah.


Hal ini menjelaskan kepentingan ekonomi, sebagai kelas pekerja, buruh kasar, kriminal (Batak Sihombing, Siregar) dan petani di perkebunan, serta seksualitas diciptakan menjelaskan hal tersebut bagaimana mereka hidup diberbagai wilayah yang ada di Pontianak. 


Jika mereka hendak bekerja dari sistem ekonomi tersebut, maka mereka hidup sebagai birokrasi yang memang betul menjadi awal dari kehidupan sosial ekonomi yang dibentuk berdasarkan kota, hingga moralitas dan etika hilang di masyarakat.


Di Pontianak hal ini menjelaskan bagaimana mereka hidup berdampingan dengan akal sehat dan sistem agama dan budaya. Sehingga tidak ada moralitas dan kehidupan yang senasib dengan mereka pada masyarakat Batak – Dayak di masa lalu.


Sejarah kehidupan sosial dan ekonomi menjadi temuan penting dalam latar belakang mereka hidup di tetangga, terutama dalam lingkungan rumah tangga. Pada tahun 2008 ketika politik menjadi awal dari kehidupan sosial mereka, dan agama K. A Pontianak. 


Setelah menciptakan konflik maka berlanjut pada sistem pendidikan seperti sulit menyelesaikan studi dan memberikan upah rendah (Budha - Katolik, Oknumnya) menjelaskan hal ini. Apa yang bisa diberikan oleh mereka ? Yang ada mengemis mereka itu karakteristik (Batak - Tionghoa - Dayak), menjadi awal sejarah kehidupan sosial mereka di Pontianak.


Ekonomi Seksualitas di Pontianak - Jakarta


Telah menjelaskan penyebaran mereka di Pontianak, dan bertinggal dan membuat onar dan konflik sosial di perkampungan tempat tinggal, guna mengundang simpati dan moralitas mereka yang hidup dan numpang hidup di Pontianak – Jakarta (pedesaan - perkotaan).


Urbanisasi ekonomi menjelaskan bagaimana mereka hidup dalam perkampuangan, dan moralitas mereka di masyarakat, serta agama yang mereka yakini hendaknya menjadi awal dari catatan mengenai keberadaan mereka di Pontianak – Jakarta terutama bagi buday Tionghoa – Batak yang berurbanisasi.


Perusakan mental, yang dilakukan oleh orang Tionghoa di perkotaan jelas dilakukan, dan berbagai sistem kesehatan yang diulangi kembali menjadi awal dari perlawanan dan kehidupan serta pembentukan tembok agama dan budaya mereka di masyarakat Pontianak – Jakarta.


Moralitas dan etika hilang berdasarkan agama Islam di Indonesia menjelaskan bagaimana mereka hidup berdasarkan karakteristik mereka di masyarakat. Kebrutalan itu menjadi catatan terhadap urbansiasi ekonomi di Indonesia, serta hukum di Indonesia menjelaskan keberadaan mereka disini, sebagai masyarakat berkebudayaan Batak – Tionghoa.


Berlindung di balik tembok agama Katolik – Protestan Sihombing – Marpaung – Siregar, dan Tionghoa menjadi catatan terhadap sistem ekonomi sosial, dan politik  serta budaya (Makan Orang) psikologis, yang mereka terima pada masyarakat suku Dayak dan Jawa di Pontianak, dari hasil kebiadaban mereka dalam hal ini di Pontianak secara khusus, pada masa pemerintahan Sutamidji 2003 sebagai walikota Pontianak.


Berlanjut begitu menjijikan pada perkampungan kota, berdasarkan hasil asimilasi budaya Batak berpendidikan rendah, dan buruh kapal serta menjadi awal kelas sosial kebawah merubah nasibnya dokter dan perawat (makan orang  -  makan duit) dan pendidik rendahan menjadi kebringasan dan kehidupan sosial kesehatan disini.


Mereka di masyarakat, dan seksualitas yang rendah hidupnya, guna  bermimpi menjadi awal pembangunan manusia Pada Orang (keburukan) Batak - Tionghoa - Dayak, dan Jawa di Pontianak. Hasil kolektifitas menciptakan konflik sosial, dan seksualitas, kehidupan sosial nya.

 


0 comments

Daily Journal

Recent Posts Widget
close