Suatu pemikiran, yang begitu dipaksa untuk menjadi apa dalam suatu budaya, tradisional tentunya akan berbeda dengan ekonomi Barat yang kelak dipahami dengan adanya sistem sosial di masyarakat dengan adanya persaingan kelas sosial.
Pemikiran Barat yang hendak dipahami dengan adanya aspek
kebutuhan, dipaksa untuk memahami bangsa Indonesia, secara khusus dalam melihat
berbagai persaingan global, secara individu ketika berkuasa berdasarkan sistem
politik.
Ada suatu momen dalam hal ini bagaimana keterlibatan orang
Tionghoa pada ekonomi dan politik, secara agama yang layak dipahami dengan
adanya ketidakseimbangan serta pola
pikir yang layak dipahami dengan masing – masing kepentingan elit politik pada
tahun 2000an – 2011.
Di ketahui bagaimana mereka hidup pada kelas sosial kebawah
sebelumnya, dan meraih kelas sosial keatas yang menjelaskan adanya seksualitas
dan politik terutama pada masyarakat pribumi. Etika dan moral hilang karena
adanya kepentingan ekonomi politik, tentunya yang dimainkan pada masyarakat Tionghoa
di Pontianak.
Akan berbeda di Jakarta, bagaimana mereka hidup pada kehidupan
awal mereka selama hidup di masyarakat lekat pada kehidupan seksualitas dan
ekonomi mikro, dan perbatasan yang dimulai mencari keributan pada masyarakat Dayak hilir
dan Hakka di Pontianak - Pedesaaan, pada sumber daya alam masa kolonial - 1967 konflik etnik dan tambang.
Pembangunan ekonomi, yang mencoba – coba untuk mendekati melalui
pendekatan budaya dan agama, telah terjadi selama disini, karena dengan adanya
mereka hidup menciptakan ruang kerja tidak menyenagkan, dan menciptakan konflik
dimulai dari orang Tionghoa di perkotaan - Pontianak, terutama kedua orang tua,
merencanakan dan membuat situasi tidak menyenagkan tentunya hasil dari pribumi
(melayu – Jawa) telah berasimilasi pada sistem ekonomi.
Membaca pengerakan mereka, tampak pada kehidupan sosial dan budaya yang menjelaskan adanya moralitas terutama pada setiap pekerjaan mereka secara menyeluruh. Berbagai kontak di usahakan mencari penggung dalam aspek kehidupan sosial, dan bagaimana untuk mengakses ekonomi Makro, budaya dan birokrasi yang paling menyenagkan pada kehidupan awal mereka di masyarakat hingga saat ini pada masa kemerdekaan 1945.
Budaya Sosial Ekonomi Desa
Pada perubahan budaya dan sosial, akan tampak pada kehidupan awal
yang dibuat pada perkampungan rumah, dan bagaimana konflik terjadi pada
masyarakat pendatang, melalui ekonomi dan budaya serta agama yang menjelaskan
adanya aspek kehidupan budaya, dan kepentingan elit politik pada kawasan hulu –
hilir terutama pada tionghoa disini.
Bagi kaum pendatang, untuk memahami mengenai siapa mereka untuk
bisa memahami bagaimana kehidupan sosial dan birokrasi disini, terkadang
menarik untuk memahami bagaimana perlakukan mereka sebagai orang Indonesia,
ketika pada masyarakat lokal – dan kepentingan ekonomi antar Negara.
Beragama, bisa makan dan minum dengan menyenagkan, wisata dan bertransportasi pribadi, bagaimana hidup dimasyarakat dengan politik seksualitas ekonomi yang menjijikan pada masyarakat Dayak - Tionghoa Hakka di Pontianak, pada konflik di masa lalu itu yang sering didengar selama disini, memang menarik dari kebrutalan hidup pada masyarakat pedalaman - Jawa (orang), kelas sosial rendah sebelumnya.
Bagaimana kaum pribumi ingin menguasai ekonomi masyarakat Tionghoa, tentunya dengan berbagai hal terkait dengan aspek kehidupan seksualitas pada ruang lingkup terkecil (rumah tangga) hingga saat ini, pada masa modern yang penuh dengan kehati - hatian dalam aspek ekonomi politik, dan sosial yang berlangsung setelah 1990an.
0 comments